Krisis energi dunia melanda seluruh negara di dunia telah membangkitkan keyakinan bahwa bioenergi merupakan alternatif pemecahan hal tersebut. Sementara harga minyak bumi yang melambung belakangan ini dengan sendirinya membangkitkan insentif ekonomi bagi pengembangan bionergi sebagai alternatif lain dari fosil energi yang kian mahal dan langka. Insentif itu juga timbul karena semakin besarnya perhatian negara-negara dunia pada persoalan lingkungan hidup akibat pencemaran yang kian parah, yang timbul dari emisi gas buang penggunaan fosil energi. Keunggulan bionergi yang utama adalah renewable dan dampak penggunaannnya terhadap lingkungan hidup jauh lebih ramah dari penggunaan fosil energi selama ini.
Salah satu negara yang telah sukses menggunakan bioenergi yang berupa etanol dari tebu sebagai bahan bakar adalah Brazil. Brasil adalah produsen kedua terbesar di dunia bahan bakar etanol dan eksportir terbesar di dunia. Brasil bersama Amerika Serikat memimpin produksi industry bahan bakar etanol. Dari data yang ada menunjukan bahwa kedua negara ini menghasilkan 89% bahan bakar etanol dari produksi dunia pada tahun2009. Sekarang ini Brasil dianggap sebagai negara yang mempunyai ekonomi pertama yang berkelanjutan di dunia biofuel dan pemimpin industri biofuel. Saat ini tidak ada lagi kendaraan ringan di Brazil yang berjalan murni dengan menggunakan bensin. Sejak tahun 1976, pemerintah mewajibkan pencampuran antara etanol anhidrat dengan bensin, dengan kadar etanol antara 10-20 %. Pada mesin kendaraan bermotor itu sendiri hanya perlu membutuhkan sedikit penyesuaian dengan yang lama. Karena keseriusan pemerintah dalam menjalankan programnya, hasilnya saat ini Brazil menjadi negara pengekspor etanol terbesar di dunia.
Salah satu potensi yang relatif besar adalah pengembangan bioetanol berbahan baku tebu. Dengan asumsi 80 liter bioetanol dapat dihasilkan dari 1 ton tebu (data teknis di Brazil) dan produktivitas tebu rata-rata 80 ton per ha, maka dari setiap ha lahan tebu dapat dihasilkan 6.400 liter etanol. Apabila etanol dari tebu dapat mensubstitusi 10% dari kebutuhan gasoline pada tahun 2010 (33,4 milyar liter), maka target tersebut bisa dicapai dengan pengembangan areal tebu seluas 522 ribu ha. Dengan target subsitusi tersebut, jumlah gasoline yang dapat disubstitusi sebesar 3.34 milyar liter atau lebih dari Rp 15 triliun. Data survey menunjukkan ketersediaan lahan di luar Jawa yang sesuai untuk tebu terdapat sekitar 750 ribu ha, disamping potensi arael existing industry seluas 420 ribu ha (areal tebu Indonesia tahun 1993/1994).
Pada dasarnya unit prosesing pembuatan etanol dari tebu terdiri dari 4 bagian, yaitu:
1. unit gilingan
2. unit preparasi bahan baku
3. unit fermentasi
4. unit destilasi.
Unit gilingan berfungsi untuk menghasilkan nira mentah dari tebu. Komponen unit gilingan terdiri dari pisau pencacah dan tandem gilingan. Sebelum masuk gilingan, tebu dipotong-potong terlebih dulu dengan pisau pencacah. Cacahan tebu selanjutnya masuk ke dalam tandem gilingan 3 rol yang biasanya terdiri atas 4 atau 5 unit gilingan yang disusun secara seri. Pada unit gilingan pertama, tebu diperah menghasilkan nira perahan pertama (npp). Ampas tebu yang dihasilkan diberi imbibisi, kemudian digiling oleh unit gilingan kedua. Nira yang terperah ditampung, ampasnya kembali ditambah air imbibisi dan digiling lebih lanjut oleh unit gilingan ketiga, dan demikian seterusnya. Semua nira yang keluar dari setiap unit gilingan dijadikan satu dan disebut
nira mentah.
Unit preparasi berfungsi untuk menjernihkan dan memekatkan nira mentah yang dihasilkan unit gilingan. Klarifikasi bisa dilakukan secara fisik dengan penyaringan atau secara kimiawi. Klarifikasi terutama bertujuan untuk menghilangkan beberapa impurities yang bisa mengganggu proses fermentasi. Nira yang dihasilkan dari proses ini disebut nira jernih.
Salah satu negara yang telah sukses menggunakan bioenergi yang berupa etanol dari tebu sebagai bahan bakar adalah Brazil. Brasil adalah produsen kedua terbesar di dunia bahan bakar etanol dan eksportir terbesar di dunia. Brasil bersama Amerika Serikat memimpin produksi industry bahan bakar etanol. Dari data yang ada menunjukan bahwa kedua negara ini menghasilkan 89% bahan bakar etanol dari produksi dunia pada tahun2009. Sekarang ini Brasil dianggap sebagai negara yang mempunyai ekonomi pertama yang berkelanjutan di dunia biofuel dan pemimpin industri biofuel. Saat ini tidak ada lagi kendaraan ringan di Brazil yang berjalan murni dengan menggunakan bensin. Sejak tahun 1976, pemerintah mewajibkan pencampuran antara etanol anhidrat dengan bensin, dengan kadar etanol antara 10-20 %. Pada mesin kendaraan bermotor itu sendiri hanya perlu membutuhkan sedikit penyesuaian dengan yang lama. Karena keseriusan pemerintah dalam menjalankan programnya, hasilnya saat ini Brazil menjadi negara pengekspor etanol terbesar di dunia.
Salah satu potensi yang relatif besar adalah pengembangan bioetanol berbahan baku tebu. Dengan asumsi 80 liter bioetanol dapat dihasilkan dari 1 ton tebu (data teknis di Brazil) dan produktivitas tebu rata-rata 80 ton per ha, maka dari setiap ha lahan tebu dapat dihasilkan 6.400 liter etanol. Apabila etanol dari tebu dapat mensubstitusi 10% dari kebutuhan gasoline pada tahun 2010 (33,4 milyar liter), maka target tersebut bisa dicapai dengan pengembangan areal tebu seluas 522 ribu ha. Dengan target subsitusi tersebut, jumlah gasoline yang dapat disubstitusi sebesar 3.34 milyar liter atau lebih dari Rp 15 triliun. Data survey menunjukkan ketersediaan lahan di luar Jawa yang sesuai untuk tebu terdapat sekitar 750 ribu ha, disamping potensi arael existing industry seluas 420 ribu ha (areal tebu Indonesia tahun 1993/1994).
Pada dasarnya unit prosesing pembuatan etanol dari tebu terdiri dari 4 bagian, yaitu:
1. unit gilingan
2. unit preparasi bahan baku
3. unit fermentasi
4. unit destilasi.
Unit gilingan berfungsi untuk menghasilkan nira mentah dari tebu. Komponen unit gilingan terdiri dari pisau pencacah dan tandem gilingan. Sebelum masuk gilingan, tebu dipotong-potong terlebih dulu dengan pisau pencacah. Cacahan tebu selanjutnya masuk ke dalam tandem gilingan 3 rol yang biasanya terdiri atas 4 atau 5 unit gilingan yang disusun secara seri. Pada unit gilingan pertama, tebu diperah menghasilkan nira perahan pertama (npp). Ampas tebu yang dihasilkan diberi imbibisi, kemudian digiling oleh unit gilingan kedua. Nira yang terperah ditampung, ampasnya kembali ditambah air imbibisi dan digiling lebih lanjut oleh unit gilingan ketiga, dan demikian seterusnya. Semua nira yang keluar dari setiap unit gilingan dijadikan satu dan disebut
nira mentah.
Unit preparasi berfungsi untuk menjernihkan dan memekatkan nira mentah yang dihasilkan unit gilingan. Klarifikasi bisa dilakukan secara fisik dengan penyaringan atau secara kimiawi. Klarifikasi terutama bertujuan untuk menghilangkan beberapa impurities yang bisa mengganggu proses fermentasi. Nira yang dihasilkan dari proses ini disebut nira jernih.
Unit fermentasi berfungsi untuk mengubah nira jernih menjadi etanol, melalui aktivitas fermentasi ragi. Jumlah unit fermentasi biasanya terdiri dari beberapa unit (batch) atau system kontinyu tergantung kepada kondisi dan kapasitas pabrik. Beberapa nutrisi ditambahkan untuk optimalisasi proses. Etanol yang terbentuk dibawa ke dalam unit destilasi.
Unit destilasi berfungsi untuk memisahkan etanol dari cairan lain khususnya air. Unit ini juga terdiri dari beberapa kolom destilasi. Etanol yang dihasilkan biasanya memiliki kemurnian sekitar 95-96%. Proses pemurnian lebih lanjut akan menghasilkan etanol dengan tingkat kemurnian lebih tinggi (99%/ethanol anhydrous), yang biasanya digunakan sebagai campuran unleaded gasoline menjadi gasohol.
Selain dari nira, ampas yang dihasilkan sebagai hasil ikutan dari unit gilingan bisa diproses lebih lanjut menjadi etanol, dengan menambah unit pretreatment dan sakarifikasi. Unit pretreatment berfungsi untuk mendegradasi ampas menjadi komponen selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Dalam unit sakarifikasi, selulosa dihidrolisa menjadi gula (glukosa) yang akan menjadi bahan baku fermentasi, selanjutnya didestilasi menghasilkan etanol. Ini sekaligus untuk menepis kritik soal etika berkaitan persaingan penggunaan sumber pangan dan energi. Pengunaan bahan-bahan yang bisa langsung dikonversi menjadi etanol seperti tetes, jagung, singkong, gandum, dan umbi-umbian sejauh ini menuai banyak kritik karena akan menurunkan suplai bahan pangan.
Penggunaan tebu sebagai bahan pembuatan etanol yang nantinya akan digunakan sebagai alternative renewable energy memang cukup menjanjikan. Upaya penggunaan etanol dari tebu sebagai alternatif BBM perlu didukung. Paling tidak, hal tersebut dilatarbelakangi oleh 2 hal. Pertama, adanya alasan ekonomi yang kuat berkaitan dengan berkurangnya cadangan minyak, fluktuasi harga dan ketidak stabilan politik di kawasan Timur Tengah sehingga mengganggu suplai BBM di beberapa negara importir termasuk Indonesia.
Akan tetapi penggunaan tebu sebagai pembuatan etanol juga masih memiliki banyak kendala. Kendala tersebut antara lain adalah penggunaan tebu yang digunakan juga sebagai bahan baku pembuatan gula. Jika tebu digunakan untuk pembuatan etanol, maka kebutuhan gula akan tersendat. Kendala lain adalah lahan pertanian tebu yang terbatas. Oleh karenanya, pengembangan produksi etanol memerlukan koordinasi dari operator sektor pertanian, industri, energi, perdagangan, transportasi dan BUMN agar kendala-kendala tersebut dapat teratasi.
Referensi :
en.wikipedia.org/wiki/Ethanol_fuel_in_Brazil
thefraserdomain.typepad.com/energy/2006/11/sugar_cane_yiel.html
www.nytimes.com/2006/04/10/world/americas/10brazil.html
http://www.alpensteel.com/article/60-108-energi-bio-fuel/4397--tebu-diolah-jadi-bahan-bakar-minyak.html
bis tidak tu di kembangin lagi
ReplyDeleteMasih bs mas,sy yakin indonesia sngt berpotensi besar untuk pngmbngn bhn bakar nabati utk solusi alternatif pnggnti bbm..
ReplyDelete