Beranda

Friday, February 14, 2014

Misteri Pantai Sanggar

Misteri Pantai Sanggar

Pantai Sanggar. Ya nama salah satu obyek wisata alam yang sudah tak asing di telinga warga Tulungagung Jawa Timur. Kini pantai yang cantik ini alhamdulillah sudah dikenal banyak orang. Bahkan setelah saya search di google sudah banyak orang yang menuliskan atau memposting keindahan salah satu pantai di selatan tulungagung ini. Dulu sebelum dikenal banyak orang, saya seringkali mengunjungi pantai yang tak berpenghuni ini dengan kawan-kawan pencinta alam ekskul sma. Pertama kali saya ke Pantai Sanggar adalah pada tahun 2003 ketika saya duduk di bangku sma kelas 1. Saya pada waktu itu sedang mengikuti kegiatan aplikasi diklat pencinta alam yang bertema navigasi darat. Namun sebelumnya pantai ini sudah dijelajahi oleh  senior saya pada tahun 2001. Bahkan mereka sampai melakukan ekspedisi ke pantai yang ujung pakis, yaitu pantai yang terletak pada sisi barat pantai watu gebang hanya dengan berbekal peta, kompas dan informasi dari penduduk sekitar. Namun siapa sangka ternyata dibalik keindahan alamnya, Pantai Sanggar masih menyimpan sejuta misteri. Kali ini saya akan membagikan kisah dan pengalaman yang saya alami selama menjelajahi pantai sanggar dari kurun waktu tahun 2003 sampai tahun 2010.

Setelah saya melaksanakan diklat arismaduta yang ada di gunung budheg. saya harus melaksanakan kegiatan berikutnya yaitu aplikasi diklat bersama rekan-rekan seangkatan saya yang pada waktu itu berjumlah 9 orang. kegiatan ini kami laksanakan pada waktu bulan maret 2003. awal kisah saya sendiripun tak tahu mengenai pantai sanggar pada awalnya. namun setelah mendengar cerita dari para senior saya akhirnya saya tertarik untuk segera mengunjungi pantai ini. Pada waktu itu kami berangkat pada pukul 5 sore dari kediaman rumah pak bero salah satu warga jengglung harjo yang kami jadikan basecamp ketika mengunjungi pantai sanggar sampai sekarang. Hari sudah beranjak gelap dan kami pada waktu itu harus menyusuri lebatnya hutan dan jalan setapak yang masih tertutup semak belukar. Sekedar info jalur untuk menuju ke Pantai Sanggar pada waktu itu hanya dua. yaitu melewati hutan di belakang rumah pak bero dan yang satu lagi melewati jalur semampir di ujung desa. Hingga akhirnya kami harus mau tak mau melakukan perjalanan malam. Ketika pertama kali saya masuk hutan saya merasakan merinding sekujur tubuh seakan-akan masuk ke dimensi yang berbeda. Belum juga bau wewangian bunga yang semerbak tercium di hidung. Entah bunga apa itu saya tak tahu. Ternyata perjalanan makin ekstrim yaitu kami harus melewati jalur sungai kecil yang menuju ke laut. Mau tak mau kaki kami harus basah-basahan. Sungai kecil ini berkelok-kelok sangat membingungkan. bagi rekan-rekan yang belum pernah melewati jalur ini saya sarankan untuk tidak mencoba melewati jalur ini, karena akan sangat membahayakan dan resiko untuk tersesat juga akan makin tinggi. Malam itu saya rasakan sangat letih karena kami harus berjalan menyusuri hutan setengah jam lamanya dan menyusuri sungai yang berkelok-kelok sampai satu setengah jam. Vegetasi di hutan menuju ke pantai sanggar pada waktu itu masih sangat rapat. Berdasarkan informasi dari senior saya, ada yang pernah menemukan hewan kijang. Berarti kondisi habitat hutannya masih sangat alami. Kami pada waktu itu sampai di pantai pada pukul 21.00 dikarenakan kebanyakan berhenti di tengah perjalanan. Ada satu hal yang aneh terjadi pada saat kami menyusuri sungai, yaitu ketika suara ombak yang nampaknya mempermainkan kami. Kadang suara ombak terdengar sangat jelas di telinga kami, ini menandakan bahwa sebentar lagi kami akan tiba di pantai. Namun setelah itu tiba-tiba suara ombak menghilang lenyap tak terdengar sama sekali. hal ini terjadi berulang ulang. Namun hingga pada akhirnya kami semua selamat tiba di pantai. Pertama yang saya rasakan ketika menjejakkan kaki di Pantai Sanggar adalah ombaknya yang begitu menggelegar dan angin yang begitu kencang. Hal ini dikarenakan pantai ini berada di tepi Samudera Hindia yang terkenal dengan ombaknya yang sangat ganas. Keesokan harinya barulah kami tersadar bahwa pantai ini sangatlah cantik, bahkan bisa saya katakan melebihi pantai di kuta bali sekalipun. Salah satu daya tarik pantai ini adalah terletak pada kealamiannya. Pasir putihnya begitu halus, terumbu karangnya masih asri, vegetasi eksositemnya masih terjaga "pada waktu itu".

Pengalaman saya yang berikutnya ke pantai ini adalah ketika saya melakukan survey untuk kegiatan organisasi di kampus saya yaitu PLH Siklus ITS. Kami pada waktu itu tahun 2007 berencana mengadakan semacam penelitian di Pantai Sanggar. Kami akan melakukan analisa vegetasi hutan dan analisa sosial masyarakat di kawasan Pantai Sanggar. Saya berangkat survey dari Surabaya hanya dua orang saja. Pada saat itu kami berangkat pagi hari base camp pak bero. Setelah masuk ke dalam hutan kami menentukan jalur yang akan digunakan untuk kegiatan analisa vegetasi. Pada saat kami ingin menuju ke sebuah jalur percabangan hutan, kami tampak kebingungan karena jalurnya tiba-tiba saja menghilang. Kami harus bolak-balik sampai sekitar 5 kali hingga akhirnya kami menemukan jalurnya. Aneh padahal kami melintasi jalur itu berulang kali namun pandangan mata kami tak nampak karena jalur itu tertutup beberapa ranting pohon yang patah. Perjalanan kami lanjutkan hingga pada percabangan sungai terakhir menuju ke pantai. Sengaja kami mengikat kain biru agar pada waktu hari-H kami bisa menemukan percabangan ini. Pada waktu pelaksanaan kegiatan Bulan Mei 2007 kami berangkat berombongan dari kampus ITS Surabaya dengan menggunakan bus kampus. Pada saat itu peserta dan senior yang ikut berjumlah sekitar 30 orang. Hari pertama kami semua menginap di rumah Pak Bero. Malam itu turut hadir Kepala Desa Jengglung harjo yaitu Bapak Sumari yang memberikan wejangan dan arahan kepada kami semua.Kemudian esok harinya kami mengadakan analisa sosial masyarakat. Kami berkelompok sekitar 4-5 orang dan masing-masing kelompok disebar ke beberapa rumah-rumah penduduk sampai mendapatkan informasi yang kami perlukan mengenai pantai sanggar. Metode yang kami gunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dan memberikan quesioner kepeada penduduk yang kami temui. Di salah satu kesempatan wawancara dengan penduduk ada hal menarik yang saya dapatkan. Pada waktu itu kelompok kami sedang mewawancarai salah satu penduduk yang dianggap sebagai sesepuh kampung. Beliau menceritakan bahwa sering pergi seorang diri ke pantai sanggar untuk sekedar memancing atau mencari wangsit. Beliau lalu bercerita kalau sering bertemu dengan makhluk selain manusia entah apa itu wujudnya di pantai sanggar. Bahkan beliau juga sampai mengajak mengobrol dengan mereka. Menurut beliau di pantai sanggar itu tempatnya masih "wingit" dan terdapat kerajaan ghoib yang tak kasat mata berada di tempat tersebut. Wallahu Alam. Setelah mendapatkan data-data yang diperlukan kami mulai bergerak menuju ke pantai pada esok harinya. Kami melakukan analisa vegetasi untuk meneliti sebaran dan variasi jenis pohon yang berada di jalur hutan menuju pantai. setelah selesai melakukan analisa vegetasi kami melanjutkan perjalanan menyusuri sungai menuju ke pantai pada sore harinya. petualangan yang mendebarkan kami alami disini. ketika hari sudah mulai gelap. tiba-tiba saja sungai yang tadinya hanya sedalam mata kaki kini meluap sampai setinggi dada. mungkin air laut tengah pasang kami tak tahu. Kami mau tak mau harus berhati-hati dalam melangkah. semua berpegangan tangan satu-persatu bergerak perlahan menerjang air yang berada di depan kami. alhamdulillah kami akhirnya tiba di pantai sekitar pukul 19.00. kami menginap di atas bukit antara pantai ngalur dan pantai sanggar. karena jika menginap di pinggir pantai sangat berbahaya karena ombak sedang tinggi. esoknya kami melakukan analisa vegetasi kembali di hutan sepanjang garis pantai serta pengamatan dan identifikasi satwa. Hasil dari penelitian kami satu bulan kemudian kami kirimkan kepada Bapak Sumari selaku Kepala desa. Beliau juga sudah menyampaikannya kepada instansi terkait untuk mendukung pengembangan potensi wisata pantai sanggar. semoga apa yang kami lakukan bisa bermanfaat terhadap masyarakat setempat.

Survey dalam rangka penelitian tugas akhir ke Pantai Sanggar seorang diri!!

Pada Tahun 2010 saya melakukan riset kembali ke Pantai Sanggar. Riset ini dalam rangka project penelitian Tugas Akhir saya di Bidang GIS untuk pengembangan potensi wisata alam Kabupaten Tulungagung. Siang itu saya berangkat dari rumah sekitar jam 1 siang. Kemudian jam 2 saya sampai di rumah Pak Bero perangkat dusun jengglungharjo. Setelah menyampaikan izin untuk melakukan riset saya pun bergegas menuju ke Pantai lewat jalur "semampir". Waktu itu belum ada jalur kendaraan bermotor seperti sekarang (2015). Saya harus berjalan menembus hutan sekitar 1 jam untuk sampai di Pantai Ngalur. Track GPS Garmin 76 CSX mulai saya hidupkan. Saya berpapasan dengan beberapa penduduk dusun dan menanyakan hendak kemanakah saya pergi?saya menjawab mau ke pantai, kemudian mereka heran karena saya pergi ke pantai hanya seorang diri tanpa ada teman. Hehe ya namanya diuber-uber data untuk tugas akhir mau gimana lagi!! memasuki batas kampung dan hutan saya berpapasan dengan seorang bapak tua yang jangkung yang juga terheran-heran melihat saya seorang diri hendak menuju ke pantai. Dia lalu berpesan kepada saya agar berhati-hati selama perjalanan karena di pantai wingit katanya sore itu. Saya langsung merinding seketika mendengar pesan beliau. Namun dengan tekad dan keberanian yang membara akhirnya saya memutuskan untuk tetap melangkah menuju ke hutan. Sepanjang hutan saya berjalan agak setengah berlari karena waktu sudah menunjukkan pukul setengah empat. Di spot-spot tertentu bulu kuduk saya merinding sekali. Namun saya harus tetap tenang dan berdoa agar saya selamat menuju ke pantai dan kembali pulang ke rumah dengan sehat wal afiat. Saya tak henti hentinya berdzikir selama perjalanan menuju ke Pantai. Apalagi ketika saya melewati sebuah pohon besar entah jenisnya apa, yang kira-kira sudah berumur ratusan tahun. Saya mengucapkan salam dan berlalu dengan bulu kuduk yang merinding. Alhamdulillah saya sampai di Pantai Ngalur pada pukul 4 sore, lalu saya track garis pantainya serta saya dokumentasikan foto pemandangan pantai yang sangat indah itu melalui kamera digital. Setelah itu saya beranjak menuju ke Pantai Sanggar melewati sebuah bukit yang didalamnya bervegetasi pandan laut. 10 menit kemudian saya tiba di pantai sanggar. Saya terkejut ketika melihat ada dua orang disana karena waktu itu pantai ini sangat sepi dan jarang dikunjungi oleh orang. Ternyata mereka adalah pemancing-mania yang sudah 2 hari menginap di pantai sanggar. Anehnya mereka bukan berasal dari Tulungagung namun dari pacitan. Wah jauh amat pak mancing sampai ke Tulungagung. Setelah menge-track garis pantai dengan gps dan mendokumentasikan pemandangan pantai saya langsung tancap gas untuk kembali ke rumah Pak Bero. Waktu sudah menujukkan pukul 16.45 WIB. Saya mau tak mau harus sedikit berlari agar tidak kemalaman untuk sampai di dusun. Setelah melewati bukit penghubung pantai, saya pun masuk ke hutan. Tiba-tiba saja srekkkk!!!!!!!!!!!! jantung saya serasa copot karena tepat didepan saya ada biawak yang besarnya hampir mirip komodo berlari menghindar. Wuihhhh saya langsung seketika juga berlari menghindar supaya tidak diserang olehnya. Cahaya senja perlahan semakin gelap. Jalan setapak di depan saya remang-remang terlihat samar. Saya harus sedikit berlari agar sampai di batas vegetasi hutan dan ladang warga. Artinya ini point safety bagi saya karena tidak ada halang rintang dan pandangan kedepan masih terbuka. Alhamdulilah dengan mngucap rasa syukur saya akhirnya tiba di dusun pada pukul 18.00 WIB dan langsung menuju ke rumah Pak Bero. Beliau sedari tadi sudah cemas menunggu kedatangan saya. Namun alhamdulllah berkat izin Allah saya selamat sampai di rumah dan bisa menceritakan pengalaman ini dengan teman-teman dan anda semua para blogger mania.

Gallery 1 Pantai Sanggar
(Foto diambil oleh tim Ekspedisi P.A Arismaduta pada Tahun 2007 SMAN 1 Boyolangu saat kegiatan ekspedisi susur sungai membelah hutan menuju ke Pantai Sanggar)
Vegetasi di Hutan Sanggar

 Sungguh sangat disayangkan banyak pohon besar yang kami temui di hutan yang ditebang oleh warga masyarakat. (Illegal Logging)


Perjalanan ekspedisi saat malam hari di Hutan Sanggar


Kondisi Pantai Sanggar saat dini hari Pukul 00.00 WIB terasa sunyi dan angker!!


Foto Penampakan Oorps (Bulatan Cahaya Kecil) di Pantai Sanggar saat dini hari Pukul 00.00 WIB 


Foto Bulan Purnama di Pantai Sanggar saat dini hari Pukul 00.00 WIB 


Tim Ekspedisi P.A Arismaduta yang masih ceria walaupun habis tersesat di hutan.


 Foto Bulan Purnama yang aneh!! di Pantai Sanggar saat dini hari Pukul 02.00 WIB (Mungkin jepretan kamera yang kurang bagus atau penampakan sesuatu yang terbang hiii!!!)


 Foto Subuh Hari di Pantai Sanggar. Maaf agak ngeblur! 

 Foto Subuh Hari di Pantai Sanggar. Maaf agak ngeblur!  

hanya itulah foto-foto yang tersisa dari ekspedisi Tim P.A Arismaduta untuk foto-foto penampakan saat malam hari banyak yang secara miterius menghilang dengan sendirinya di memori kamera!!!Wallahu A'lam Bishowab. 

(Foto diambil oleh tim UKM Pencinta Lingkungan Hidup Siklus Institut Teknologi Sepuluh Nopember / ITS  Surabaya pada Tahun 2009 saat kegiatan Pasca Latihan Dasar Kepemimpinan Diklat 19 di Pantai Sanggar)


Para peserta Landaks D-19 PLH Siklus ITS


Panorama Pantai Sanggar yang menawan


Panorama Danau di Pantai Sanggar di pagi hari


 Panorama Vegetasi Pandan Laut di Pantai Sanggar


Panorama Ombak Samudera Hindia dari atas tebing Pantai Sanggar

 Tim LANDAKS D-19 PLH Siklus ITS yang melakukan aksi Bersih Pantai

PESAN KEPADA REKAN-REKAN YANG BERKUNJUNG KE PANTAI SANGGAR :

PLEASE JANGAN NYAMPAH DI ALAM!! JANGAN KOTORI PANTAI SANGGAR DAN PANTAI MAUPUN OBYEK WISATA YANG LAIN DI TULUNGAGUNG!! JADILAH WISATAWAN/TRAVELER YANG PEDULI TERHADAP KELESTARIAN LINGKUNGAN!! MARI KITA JAGA BERSAMA KELESTARIAN HUTAN DI TULUNGAGUNG DAN INDONESIA!!


Wednesday, January 29, 2014

Petualangan survey tugas akhirku

Pengembangan Potensi Wisata Alam Kabupaten Tulungagung dengan Sistem Informasi Geografis.

Pada awalnya aku sempat bingung untuk mencari-cari judul tugas akhir atau skripsi yang cocok sesuai dengan bidangku di Jurusan TekniK Geomatika ITS. Namun akhirnya setelah berkonsultasi dengan beberapa dosen pembimbing aku memilih untuk mengembangkan judul sendiri dengan ide sendiri pula. Sengaja aku memilih Kabupaten Tulungagung sebagai kampung halamanku untuk memberikan pengabdianku sebagai mahasiswa atas apa yang aku peroleh selama duduk di bangku kuliah. Sengaja pula aku memilih wisata alam karena sesuai dengan hobiku yang suka menjelajah alam. :) Alhamdulillah aku dapat pembimbing yang tepat yaitu Bapak Dr. Ir.  Muhammad Taufik. Beliau dengan sabar dan disiplin membimbing tugas akhirku hingga semuanya selesai tepat waktu. Selain itu ada seorang dosen lainnya yang SMA-nya dulu dari di Tulungagung yang membantu mengarahkan dan membimbingku yaitu Bapak Agung Budi Cahyono. Dengan rasa tulus kuucapkan terimakasihku kepadamu Bapak-Bapak Dosen yang terhormat, terimakasih atas arahan, bimbingan dan supportnya. :)

Akhirnya setelah sidang proposal, judul tugas akhirku telah disetujui dengan sedikit perubahan yaitu "Pengembangan Potensi Wisata Alam Kabupaen Tulungagung dengan Sistem Informasi Geografis". Setelah itu aku langsung mengurus perijinan untuk survey penelitian di Baskesbanglinmas Kabupaten Tulungagung. Surat ijin pun aku dapat pada tanggal 11 maret 2010 dan setelah itu aku langsung mensurvey tempat-tempat wisata alam yang ada di Tulungagung. Tujuanku pertama adalah mengunjungi sang primadona wisata waduk terbesar se-Asia Tenggara yaitu Waduk Wonorejo.Setelah itu aku pergi ke pantai-pantai yang cantik di sebelah selatan Tulungagung.Di sini aku tak hanya mendokumentasikan saja obyek-obyek wisata itu namun aku juga mencari titik koordinatnya dengan menggunakan GPS untuk dipetakan sebaran obyeknya. Di samping itu aku juga mewancarai penduduk setempat dan menyebarkan kuesioner untuk menganalisa sejauh mana potensi dan daya tarik obyek wisata tersebut.

Aku mendedikasikan hasil tugas akhir ini untuk semua masyarakat Tulungagung. Dengan harapan bahwa nantinya karyaku ini dapat bermanfaat untuk mempromosikan tempat-tempat wisata Tulungagung yang eksotis ke khalayak umum.Selain itu juga dapat dimanfaatkan terutama oleh kalangan pelajar dan mahasiswa yang akan melakukan penelitian tentang pariwisata Tulungagung. Perjalananku menyusun Tugas Akhir ini kuawali kurang lebih 5 bulan dari mulai Bulan Maret sampai dengan Juni 2010. Aku ber"solo backpacking" menjelajahi berbagai tempat-tempat yang indah di bumi Ingandaya Tulungagung. Awalnya aku agak khawatir untuk melakukan solo backpacking atau solo travelling, namun dengan berbagai pertimbangan diriku akhirnya berangkat juga demi menunaikan tugas besar dan misi untuk melakukan riset dan penelitian untuk menganalisa tingkat potensi berbagai obyek-obyek wisata alam yang terdapat di Kota Marmer ini. Sudah banyak pengalaman dan kenangan yang tak terlupakan yang aku alami. Mulai dari menginap di rumah penduduk setempat, terjebak banjir besar, jatuh terpeleset dari motor, ketemu biawak besar dan ular berbisa, kesasar di perjalanan sampai melihat berbagai pemandangan yang indah menakjubkan. Aku menyadari bahwa tugas yang kuemban ini tidaklah mudah, banyak pengorbanan dan perjuangan berat yang harus kulakukan namun itu semua kujalani dengan hati yang ikhlas dan sabar. Aku menyadari bahwa harus berusaha secara maksimal agar hasil karyaku nanti juga maksimal dan dapat bermanfaat. Dan inilah sekelumit kisah petualanganku yang tak terlupakan dalam rangka survey penelitian tugas akhir.

Menginap di dusun terpencil, Dusun Mina Klathak Desa Keboireng Kecamatan Besuki.

Salah satu pengalaman yang tak terlupakan adalah pada saat diriku mensurvey Pantai Klathak. Pantai ini terletak di Desa Keboireng Kecamatan Besuki. Untuk menuju pantai ini tidaklah mudah, banyak perjuangan berat yang harus kutempuh dan kuhadapi. Pukul 15.00 WIB aku berangkat dari rumah menuju ke arah selatan Kabupaten Tulungagung. Rumahku terletak di Kepatihan yang berada di tengah jantung kota.Jarak dari rumah adalah  sekitar 35 Km menuju ke pantai tersebut.Di tengah perjalanan masuk Kecamatan Boyolangu aku diguyur hujan deras. Tasku yang berisi laptop dan GPS terancam terkena air. Aku akhirnya membungkus rapat-rapat dengan plastik besar yang kubeli dari toko di pinggir jalan. kemudian menutup tas dengan cover daypack dan mantel yang kukenakan. Rintangan selanjutnya adalah ketika aku telah sampai di jalan makadam Desa Keboireng. Jalan ini cukup sulit dilalui oleh kendaraan bermotor karena hujan membuatnya becek dan licin serta naik turun bukit. Jalan makadam ini nantinya akan menghubungkan dengan Jalur Pantai Selatan (JLS) yang sudah dibuka, namun belum diaspal. Jadi bisa dibayangkan jalan selebar 6 sampai 8 meter yang berupa tanah becek berkelok-kelok menembus hutan serta naik turun bukit sepanjang kurang lebih 5 Km harus kutempuh. Di sinilah rintangan terberatku. Aku harus ekstra hati-hati mengendarai motor agar tak jatuh terpeleset. Namun akhirnya beberapa kali aku terjatuh juga.(^_^) Aku bertemu dengan bapak petugas PLN yang mobilnya terjebak lumpur di tengah jalan. Hmm kasihan juga beliau. Beberapa kali aku harus mendorong motorku karena tidak kuat menanjak di jalanan yang penuh lumpur. Alhamdulillah pada pukul 17.00 WIB aku tiba di Dusun Klathak yang merupakan dusun terpencil dekat pedalaman hutan. Di kampung ini aku kemudian meminta ijin kepada ketua RT setempat untuk menginap semalam. Namun aku hanya bertemu dengan istrinya yaitu Bu Hasyim, karena Bapak RT sedang pergi Desa Keboireng. Aku akhirnya diijinkan menginap di dusun ini. Motorku kutitipkan di rumah Bu Hasyim. Aku kemudian menginap di sebuah musholla kecil di temani oleh Mas Put yang merupakan takmir musholla tersebut. Malamnya sehabis sholat Isya', aku berbincang banyak dan mencari informasi yang selengkap-lengkapnya mengenai Pantai Klathak dengan Pak Baijuri dan Pak Mairan yang merupakan sesepuh Dusun Klathak.Dari perbincanganku dan Bapak-Bapak itu kusimpulkan bahwa para penduduk di Dusun ini sangat membutuhkan perhatian dari pemerintah setempat terutama masalah akses jalan dan kesehatan. Aku disini mungkin sebagai penyambung lidah mereka ingin sekaligus menyampaikan aspirasi kepada Bapak-Bapak dari pemerintah kabupaten setempat yang mungkin sedang membaca tulisanku ini bahwa keadaan mereka sangat memprihatinkan. Banyak para penduduk yang terkena penyakit cikungunya. Dan untuk berobat mereka harus menempuh jarak sekitar 10 km ke Puskesmas yang terdapat di Desa Keboireng. Selain itu akses jalan yang sangat buruk juga menghambat mobilisasi mereka ketika berobat ataupun mengantar anak-anaknya yang sekolah ke desa Keboireng yang sangat jauh jaraknya. Bahkan anak-anak mereka rela tidak sekolah jika hujan mengguyur di pagi hari atau jalannya becek. Di samping itu masalah sanitasi para warga juga perlu diperhatikan karena sebagian besar dari mereka tidak punya MCK yang layak. Kebanyakan para warga membuang hajatnya di sungai atau di tepi pantai secara sembarangan. Hal ini tentunya lama kelamaan akan membuat lingkungan menjadi kotor dan tidak nyaman serta membahayakan bagi kesehatan para warga itu sendiri. Tak terasa lama berbincang-bincang membuat kami tak menyadari bahwa malam kian larut. Pak Jubairi dan Pak Mairan lalu pulang kembali ke rumah. Akupun lalu terlelap tidur di musholla kampung yang begitu sunyi tersebut. Keesokan harinya aku bangun pagi-pagi untuk mengabadikan moment sunrise. Alhamdulillah cuaca cerah dan aku dapat mengabadikan moment indah itu. Pagi yang sangat indah di pantai cantik itu. Cahaya kemilau matahari perlahan menyingsing dari ufuk barat memancarkan hangat sinarnya kepada bumi. Setelah itu aku ditemani dengan Mas Put mengukur jarak panjang dan lebar Pantai Klathak serta mengeplot koordinatnya dengan alat GPS yang ku bawa. Akupun lalu kembali ke rumah Ibu Hasyim untuk berkemas melanjutkan perjalanan ke pantai yang lain. Namun sebelum itu aku disuruh untuk sarapan pagi di rumah Bu RT. Waduh jadi sungkan banget nih. Alhamdulillah pucuk dicinta ulampun tiba. Kebetulan sudah lapar sekali ingin mengisi perut yang sudah keroncongan. Hehe :) Hmm sarapan pagi yang cukup nikmat walaupun dengan menu yang seadanya. Makasih banyak bu Hasyim. Aku harus bersyukur karena diberi pengalaman yang luar biasa di dusun yang banyak memenangkan penghargaan nelayan terbaik ini. Aku kemudian berpamitan kepada Bu Hasyim untuk melanjutkan perjalanan ke tempat lain walaupun hujan deras tengah mengguyur pada saat itu.

Perjuangan dari Pantai Gemah untuk kembali ke rumah.

Pengalaman lain yang tak kalah berat dan menantang yaitu pada saat aku akan kembali dari mensurvey Pantai Gemah. Pada waktu itu hujan deras sedang mengguyurku. Jalur Lintas Selatan (JLS) menjadi sangat becek berlumpur. Aku harus berjibaku mendorong motor naik turun bukit karena jalan sangat licin dan berbahaya. Beberapa kali motorku terjatuh karena terjebak lumpur. Jalan itu layaknya seperti kubangan lumpur raksasa yang berhasil menjebak diriku. Staminaku makin habis. Pada saat itu tak ada orang lain selain aku di jalur itu. Aku terus mendorong sampai titik batas tenagaku. Namun alhamdulillah dengan dengan segenap perjuangan yang aku kerahkan akhirnya aku bertemu dengan para penduduk yang tengah pulang dari mencari rumput di hutan. Mereka membantu mendorong motorku sampai ke tempat yang aman. Pada saat itu jalur terputus karena ada aliran air yang tengah meluap dari atas bukit yang melintang di tengah jalan menuju ke aliran sungai kecil di bawah. Apabila nekat meneruskan perjalanan akan sangat beresiko sekali karena akan membahayakan jiwa. Bisa-bisa aliran air yang deras itu menghanyutkan aku dan motorku menuju jurang yang ada di bawah. Hiih!! Tanah-tanah yang ada di aliran air di sisi utara banyak yang longsor dibuatnya. Aku menunggu dengan beberapa bapak dan ibu para pencari rumput sampai aliran air itu mereda. Setelah alirannya sudah agak reda, kami memutuskan untuk melewati aliran air itu dengan bergotong royong mendorong motor secara bergantian. Ngeri juga melintasi aliran air itu. Karena masih kudengar suara deras arus air yang menggerojok ke sungai kecil yang ada di bawah. Tapi syukur alhamdulillah aku dan para pencari rumput itu dapat keluar dari rintangan yang berbahaya tersebut. Perjalanan masih belum berakhir. Aku masih berjuang untuk sampai di jalan makadam Desa Keboireng.Sempat beberapa kali motorku terjatuh lagi akibat terpeleset lumpur. Tak beberapa lama kemudian aku sampai di jalan makadam yang pada saat itu menjadi aliran air dadakan sehingga jalannya mirip dengan sungai. Motorku menjadi seperti perahu karet yang tengah bermain di arung jeram. Byuuuuurrrr...aku melintasi aliran air itu dengan menancap gas dalam-dalam sehingga motorku laksana membelah sebuah sungai.Rintangan belum berakhir di sini. Kali Klatak yang membelah Desa Kebo Ireng sedang murka dan memuntahkan airnya sampai ke rumah-rumah penduduk. Beberapa ruas jalan juga terkena imbasnya sehingga air tergenang sampai selutut. Ku lihat Kali Klatak waktu itu berarus sangat deras akibat hujan deras yang sejak siang tadi mengguyur kawasan ini. Mungkin jika dinilai dari grade sungai arung jeram, gradenya dapat mencapai grade yang ketiga!!Karena kelamaan menunggu air yang tak kunjung surut akupun nekat melaju tanpa memperdulikan resiko yang terjadi. Akhirnya...Brum Brummm...Glegek!! Knalpot motorku kemasukan air dan mogok di tengah jalan. Padahal kurang separo lagi aku berhasil melewati jalan yang banjir itu. Akupun lalu mendorong motorku ke tempat yang tidak tergenang air. Untungnya saja beberapa warga menolongku memperbaiki motorku yang mogok.Mereka mengangkat motorku dengan jumping style dan air yang masuk kedalam knalpot seketika langsung mengucur keluar. Setelah itu ku starter motorku dan Brrrumm brumm brummm! Berhasil!!Alhamdulillah..Akhirnya aku dapat kembali pulang ke rumah dengan membawa kisah pengalamanku yang sangat menantang di Desa Keboireng!!

Menyusuri hutan perawan Pantai Sanggar. Kesasar dan bertemu biawak besar!!

Ini adalah perjalanan ke-8 ku menuju Pantai Sanggar. Kali ini berbeda dari sebelumnya karena perjalananku tak ditemani oleh siapa-siapa alias seorang diri!! Aku sengaja sendirian menjelajah ke pantai yang konon sangat angker ini untuk menguji seberapa besar nyaliku. Aku yakin dengan niat yang bersih dan baik semuanya akan baik-baik saja. Rasa takut sesungguhnya dikendalikan oleh pikiran kita sendiri. Bila kita berpikir positif maka semua rasa takut akan bisa kita atasi. Namun kepada teman-teman yang belum pernah ke pantai ini jangan coba-coba pergi kesana seorang diri tanpa guide yang berpengalaman! Don't try this at that place! ok!!  (^_^). Singkat cerita, siang itu aku memulai perjalananku dari rumah Pak Bayan Bero pada pukul 13.00 WIB. Aku berpamitan kepada Pak Bero dan Istrinya dan berjanji insyaAllah akan balik pulang kerumah beliau sebelum maghrib. The adventure is begin!Aku menyusuri jalan perkampungan menuju ke jalur Semampir. Jalur yang umum dilewati oleh penduduk sekitar menuju pantai. Sebenarnya ada satu jalur lagi yaitu jalur susur sungai yang menembus hutan perawan menuju ke pantai. Namun dengan alasan keamanan dan resikonya sangat tinggi bila dibanding melalui jalur Semampir, aku akhirnya memilih jalur yang lebih safety. Tak lupa aku menghidupkan track GPS yang kubawa di sepanjang perjalanan. jarak sejauh 1,5 km harus kutempuh dengan jalan kaki menuju jalur semampir dari Rumah Pak Bero. Dan sejauh kurang lebih 2 km jalan yang harus kulewati menuju Pantai Sanggar. Di tengah perjalanan masih di perkampungan aku bertemu seorang bapak yang tinggi  besar yang menanyakan akan kemanakah diriku ini. Langsung ku jawab, " Mau ke pantai Pak". Beliau kemudian menimpali,"Hati-hati lo nak, di hutan sana sangat angker, apalagi sampeyan sendiri". Deghhhh tiba-tiba saja jantungku seakan berhenti mendengar jawaban dari bapak itu. Namun aku tidak boleh ciut nyali, karena ini semua demi Tugas Akhirku nanti. Aku terus melangkahkan kaki menuju arah hutan. Sesampainya di perladangan aku menemui jalur bercabang. Namun sepintas kulihat bahwa jalur yang satu merupakan jalur setapak yang rimbun dan lebih kecil daripada jalur setapak yang disebelah kiri. Aku kemudian mengambil keputusan untuk menuju jalur sebelah kiri. Tak kusadari bahwa jalur ini ternyata salah!!!! Seharusnya setelah perladangan jalan setapaknya turun menuju kedalam hutan. Namun jalur yang kulalui malah semakin terjal. Sebelumnya aku melewati sebuah jembatan kayu yang rapuh. Padahal sebelumnya aku tak pernah menjumpai adanya jembatan ini. Denyut jantungku makin cepat, aku mulai panik namun aku berusaha untuk mengontrol hal itu. Aku harus cepat mengambil keputusan karena jam tanganku sudah menunjukkan pukul 15.30 WIB. Jalan satu-satunya adalah aku kembali menuju ke perladangan tadi. Dan benar saja setelah aku kembali ke jalur awal, aku menemukan jalur utama menuju Pantai. Sial!!Jalurnya memang tidak kelihatan dan tertutup semak-semak. Aku memburu waktu dengan berjalan setengah berlari di dalam hutan itu. Didalam hutan ini vegetasinya sangatlah tertutup, didominasi oleh pepohonan besar bertipe hutan pantai yang tingginya kurang lebih mencapai 30an meter. Sesampainya di Pohon yang sangat besar tak lupa aku mengucapkan Salam. Assalamualaikum!! dan setelah itu wangi bunga puring semerbak menusuk hidungku. Aku harus tetap fokus dan menenangkan diri. Tidak boleh ngelamun dan positif thingking. Kulihat jalanan mulai datar dan sampailah pada jalur track sungai kering disebelah kananku. Alhamdulillah gelegar ombak Pantai Selatan menyambut kedatanganku di Pantai Ngelur pada pukul 16.00 WIB. Aku menarget sekitar setengah jam untuk memotret objek-objek yang dianggap perlu dan mengetrack panjang pantai menggunakan GPS. Pukul 16.30 aku harus kembali menuju perkampungan sebelum keadaan menjadi gelap gulita. Untuk menuju ke Pantai Sanggar aku harus berjalan lagi sekitar 300 meter melewati sebuah bukit. 10 menit kemudian aku sampai di pantai Sanggar dan bertemu dengan dua orang pemancing. Untung saja aku bertemu dengan mereka, karena pantai ini sangat sepi dan jarang orang mau mengunjungi di kala musim hujan seperti ini. Mereka berdua ternyata sudah dua hari menginap di pantai ini untuk mencari ikan. Wuihh benar-benar pemancing mania sejati!! Jam di HPku sudah menunjukkan setengah lima dan artinya aku sudah harus bergegas meninggalkan pantai ini. Aku menarget paling tidak pukul 17.30 WIB sudah harus sampai di perkampungan. Dengan langkah kaki yang sedikit dipaksakan setengah berlari aku menuju ke jalur semampir menembus lebatnya hutan lebat. Namun tiba-tiba saja...Wuuaaaaaa!! aku berteriak kaget setelah didepanku persis ada seekor biawak (varanus salvator) berukuran besar seperti anak komodo yang tiba-tiba muncul. Mungkin biawak itu juga kaget dengan keberadaanku dan segera berlari menjauh.Sedangkan diriku yang tersentak langsung berlari juga kebelakang. Anjritt!!Bikin jantung serasa copot aja tuh biawak. Untung nggak digigit! Setelah keadaan aman aku segera meneruskan perjalananku menuju ke peradaban karena hari semakin gelap. Hujan rintik-rintik menemani perjalananku menuju ke dusun. Kembali aroma wewangian bunga menggelitik hidungku. Namun aku harus tetap tenang. Sesampainya di Pohon Raksasa itu aku kembali mengucap salam. Ini menandakan bahwa tinggal sedikit lagi perjalananku menuju ke perladangan. Hanya tinggal naik 1 bukit yang terjal kemudian sampai. Alhamdulillah menjelang maghrib aku tiba di perkampungan. Orang-orang kampung terheran-heran melihat diriku yang baru saja datang dari arah pantai. Mereka banyak bertanya kepada diriku kok berani sekali memasuki hutan seorang diri. Malah kemudian aku ditawari untuk singgah sejenak di rumah penduduk. Aku hanya menjawab ringan, yang terpenting niat saya baik Pak, tidak ada maksud apa-apa kesana kecuali untuk penelitian. Aku dengan berat hati menolak tawaran mereka untuk singgah sejenak karena aku sudah berjanji akan pulang ke rumah Pak Bero sebelum Maghrib. Aku takut beliau menghawatirkanku dan mencariku. Dengan langkah yang gontai karena kelelahan, aku terus menyusuri jalanan perkampungan kecil itu. Setibanya di sebuah masjid aku singgah sejenak untuk menunaikan sholat maghrib. Setelah itu aku membeli es diwarung untuk melepas dahagaku. Alhamdulillah beberapa menit kemudian aku tiba di rumah Pak Bero. Beliau dari tadi memang sempat cemas menunggu kedatanganku. Takut ada apa-apa atau kesasar di hutan. Pada pukul 19.00 WIB aku berpamitan kepada beliau untuk pulang ke rumah. Di tengah perjalanan pulang lagi-lagi hujan sangat deras menerpaku. Aku akhirnya bisa memetik hikmah dari perjalananku ini yaitu bahwa jangan sekali-kali mengambil sebuah resiko besar untuk menjelajah seorang diri jika kamu tidak memiliki wawasan yang luas,pengalaman,nyali besar dan perencanaan yang matang.

Memburu sunrise di Pantai Sine, Pantai Matahari Terbit.

Siang itu Kota Tulungagung diterpa angin kencang dan hujan sangat deras sekali. Namun hal itu tak menyurutkan langkahku untuk menuju Pantai Sine di kawasan Kalidawir dalam rangka proyek penelitian tugas akhirku. Setelah peralatan lengkap dan semua barang sudah terbungkus safety di dalam tas yang tertutup coverbag, aku bersiap menaiki motor TVS kesayanganku untuk segera berangkat. Tak lupa rain coat bermotif tentara milik ayahku kupakai untuk melindungi dari derasnya hujan.Aku berencana untuk menginap semalam di dusun Sine, karena sangat penasaran apakah benar dari pantai ini bisa menyaksikan secara langsung terbitnya matahari. Motorku melaju perlahan di jalan raya yang sedang diguyur hujan deras. Aku harus sangat berhati-hati dan tidak boleh terlalu kencang mengendarainya.Motorku perlahan memasuki desa kalidawir. Beberapa kali aku harus bertanya kepada orang-orang dimanakah jalan akses menuju ke pantai Sine. Hujan deras masih menerpa tubuhku sehingga membuatku menggigil kedinginan. Aku harus kuat!!Walapun badai menerpaku, aku tak akan pernah menyurutkan langkah dan semangatku untuk mencapai tujuan. Motorku kemudian sampai di hutan perbukitan selatan Desa Kalidawir yang berarti sesaat lagi, aku akan tiba di Dusun Sine. Aku melihat ada sebuah bangunan mirip halte di tikungan menurun di sisi kiri jalan. Hmm ternyata itu adalah salah satu spot pengamatan untuk melihat pemandangan matahari terbit. Landskap yang begitu alami terhampar di pelupuk mataku. Deburan ombak pantai sine terlihat begitu dekat. Aku tak sabar untuk segera sampai kesana. Setibanya di perkampungan aku melihat ada sebuah portal dan pos kecil yang tampaknya digunakan untuk membeli tiket masuk ke Pantai ketika hari libur.Karena hujan kembali mengguyur dengan derasnya aku berteduh disana sesaat. Di sebelah pos yang kosong tersebut terdapat sebuah rumah penduduk. Aku memberanikan diri untuk menuju ke rumah itu untuk membagikan quesioner pertamaku di dusun ini.Rumah itu tampak sepi.Aku pun mengetuk pintunya beberapa kali. Dan keluarlah seorang ibu-ibu yang kemudian menyuruhku untuk masuk. Aku memperkenalkan diri dan memberi tahu maksudku untuk datang ke dusun ini. Lalu ibu tadi memanggil suaminya karena ia yang lebih tahu masalah informasi dusun ini. Kami kemudian berbincang bincang mengenai Pantai Sine kurang lebih setengah jam ditemani secangkir teh hangat. Hujan di luar sana masih deras. Aku harus segera mencari masjid terdekat untuk menunaikan sholat Ashar. Akhirnya aku memutuskan untuk berpamitan kepada sang pemilik rumah. Aku segera menancap gas untuk pergi menuju ke kampung Sine yang terletak di pinggir pantai. Aku lalu menemukan sebuah masjid dan singgah sejenak untuk menunaikan sholat ashar. Jam di Handphone ku sudah menunjukkan pukul 5 sore. Aku harus menemukan rumah  Kepala Dusun untuk mengurus ijin menginap di Dusun ini. Setelah berputar-putar mengelilingi kampung aku singgah di sebuah warung yang terletak di pinggir pantai untuk bertanya dimanakah rumah Bapak Kepala Dusun. Aku disambut dengan sangat ramah oleh bapak dan ibu pemilik warung. Kebetulan aku sangat lapar da aku membeli nasi dan beberapa makanan ringan disana. Aku sekalian membagikan quesioner kepada bapak pemilik warung. Kami mengobrol dengan hangat di malam itu, membicarakan mengenai seluk beluk Pantai Sine dan keadaan masyarakatnya. Sampai akhirnya beliau menawarkan diriku untuk menginap di rumah milik anaknya yang letaknya bersebelahan dengan warung itu. Alhamdulillah aku jadi tidak pusing memikirkan dimana tempat menginap malam ini. Memang pertolongan Allah datang tidak terduga. Aku sangat percaya dimana kita berada ketika kita menunjukkan kebaikan, keramahan dan sikap tulus kepada siapapun maka kebaikan akan datang kepada kita. setelah menunaikan sholat magrib dan isya di rumah bapak tersebut aku langsung menuju rumah bapak Tamiran,beliau adalah kepala dusun sine. sesampainya di rumah pak kadus aku berbincang-bincang kepada beliau mengenai maksud tujuanku datang ke dusun ini. selain itu aku juga memberi form quesioner kepada beliau dan bertanya tentang seluk beluk pantai sine,tentang berapa wisatawan yang datang perhari, fasilitas dan sebagainya. Setelah puas berbincang aku berpamitan kepada Bapak Kadus dan `menuju ke rumah Pak Sugeng untuk menumpang menginap semalam. Aku lalu disuruh oleh beliau untuk menginap di rumah anaknya yang berada tak jauh dari rumah beliau. Aku sebenarnya sangat sungkan namun rasanya tak enak juga menampik tawaran untuk menginap di rumah itu. Yahh daripada menginap di musholla sendirian.hehe..Alhamdulillah malam itu aku tidur dengan pulas, ditemani alunan ombak merdu Pantai Sine. Keesokan paginya aku  bangun pukul 05.00 WIB. Seketika aku keluar rumah untuk menyambut udara segar dan mengambil air wudhu. Seusai itu aku menunaikan sholat shubuh dan langsung menuju pantai untuk hunting sunrise. Inilah moment yang aku tunggu. Sunrise! Sebagai Pantai yang mendapat julukan Pantai Matahari Terbit tentunya membuat diriku penasaran. Bagaimana keindahan sunrise disini. Waktu itu menunjukkan pukul 05.15. Aku berjalan santai di atas pasir ke arah utara pantai, sembari menunggu datangnya sunrise. Beberapa pemandangan menarik aku dokumentasikan dalam potret kameraku. Tak lupa aku memetakan koordinat dan garis pantai tersebut melalui gps. Di ufuk timur, secercah cahaya kemilau mulai merangkak naik. Menyembul perlahan dari peraduannya  dan memancarkan senyumnya kepadaku. Aku langsung mengabadikan moment indah itu. Subhanallah, memang sunrise yang begitu indah. Tak kalah indahnya ketika menikmati sunrise di pantai-pantai Pulau Bali. Di tengah pantai, aku menemukan seekor ular laut (Lauticoda collubrina). Ular ini sangat berbisa, tingkat bisanya sampai 17 kali mematikan dengan bisa ular cobra. Aku kemudian menyingkirkannya menjauh ke tengah laut. Petualanganku kemudian kuakhiri. Aku sempat singgah di TPI untuk melihat-lihat ikan yang dijual. Lalu aku mengambil motorku dan kembali menuju rumah tercinta.

Arismaduta Juara 1 Kategori Pelajar Semarang Birdwatching Race 2009












slideshow

Fotoku

Fotoku
lagi ikut lomba birdwatching

Islamic Web Category

Powered By Blogger