Beranda

Monday, November 22, 2010

2 Hari Menuju Puncak Hargo Dumilah Lawu (2)

Sendang Drajat, 1 Februari 2009 pukul 05.04 WIB.

Rencana untuk mendapatkan sunrise di Puncak Hargo Dumilah jadi batal karena kami bangun pagi pada pukul 05.04 WIB. Di luar dome udara masih terasa dingin. Namun aku mendengar suara beberapa pendaki yang nampaknya siap untuk mendaki ke puncak. Karena persediaan air kita habis, aku keluar dari dalam dome untuk mengisi jerigen di mata air Sendang Drajat. Tak lupa aku berwudhu dan melaksanakan sholat di dalam dome (karena gak tahan ama hawa dingin di pagi hari itu). Pada saat itu kita langsung memasak untuk sarapan pagi di dalam dome!!hehe..Karena di luar dome udara sedang tidak bersahabat dan begitu menusuk-nusuk tulang. Seperi biasa menu spesial kita adalah Mie Instant!!wakakakak..Cukup bergizi bukan?? Ya Bukanlah!!geblek! Masak tiap makan menunya mie terus..hehe Don’t try this at mountain yahh ^_^ Sedangkan untuk minumnya kita memasak sereal hangat. Hmm lumayan untuk ngangetin badan. Setelah itu aku dan Imam packing ulang dan berkemas-kemas untuk mempersiapkan perjalanan ke Puncak Hargo Dumilah.

Di sekeliling kita tampak aktivitas para pendaki lain yang sedang memasak sarapan pagi dan ada juga yang berkemas-kemas. Tampaknya ada juga rombongan yang bersiap-siap akan melanjutkan perjalanan. Lalu tiba-tiba si Imam berteriak! “Woi prend cepetan kesini ente!!”. Buagus buangett pemandangannya! Aku langsung menghampiri Imam yang berada di seberang atas warung Sendang Drajat. Di atas tanah landai itu Subhanallah!!!Kilauan cahaya keemasan yang muncul dari arah timur membuat takjub diriku. Alhamdulillah akhirnya kesampaian juga melihat sunrise di gunung ini, gumamku. Sang surya perlahan-lahan muncul merekah seakan menggeliat bangkit dari tidurnya yang lelap. Dia tersenyum menyapa kami dengan kehangatan sinarnya yang cerah. Segera kuabadikan moment itu dengan kamera digital yang imam bawa. Alhamdulillah walaupun tidak dapet sunrise di puncak, gak apa-apa yang penting udah dapet disini, pikirku. Kemudian aku dan Imam benar-benar memastikan keberangkatan ke Hargo Dalem pada pukul 06.32 WIB. Sebelum berangkat aku memesan teh hangat di warung Mbok To yang berada di depan tenda dome kami. Warung itu sudah dibuka sejak jam 06.00 WIB tadi. Namun tehnya ternyata masih menggunakan teh alami dan belum disaring. Jadi kebayang donk, seperti apa rasanya meminum teh dengan ampas-ampasnya.Hekz..Tapi no problem lah, lumayan buat menghangatkan badan di pagi hari yang dingin seperti itu.

Kita melalui jalur setapak yang sama seperti yang kita lalui kemarin malam. Berbeda dari kemarin, kali ini kita dapat leluasa memandang jalur dan pemandangan yang tampak jelas di sekitar. Pukul 06.44 WIB kita sampai di Kuil Dewi Kwan Im yang kita jumpai kemarin. Hehe ngaco! Alhamdulillah itu kuil beneran!Kita kirain kemarin ada kuil jadi-jadian!hehe..Menurut primbon kuil itu sengaja didirikan oleh orang tionghoa untuk digunakan ritual atau sembahyang pada bulan atau hari besar tertentu. Setelah itu kita berjalan lurus menyusuri jalan setapak yang ada dan pada akhirnya tepat pukul 06.55 kita sampai di HARGO DALEM.

Di kawasan tersebut terdapat sebuah warung makanan milik Mbok Yem yang terkenal diantara para pendaki dan peziarah. Warung itu berukuran besar dan dapat menampung kapasitas orang banyak kira-kira 100 orang pendaki muaty kali ya!!kebetulan pada waktu itu disana terdapat rombongan pendaki dari Pencinta Alam Ganeshapala SMAN 1 Ponorogo yang baru selesai turun dari puncak. Kita hanya singgah sesaat di warung Mbok Yem dan langsung tancap gas menuju puncak Hargo Dumilah yang katanya pendaki lain kurang sedikit lagi dari sini.

Kita berdua melewati jalur summit attack yang nampaknya merupakan bekas aliran air pada saat musim penghujan. Jalur yang kita lalui cukup menanjak dengan kemiringan rata-rata sekitar 45 derajat dan sedikit berkelok-kelok.Barisan perdu cantigi dan edelweis yang cantik menemani kita sepanjang perjalanan. Sebenarnya pada sata itu aku sudah tak tahan untuk membuang”hajat”ku segera di tengah perjalanan. Hehehe..Namun akhirnya ku tahan karena kabut turun tiba-tiba disertai rintik-rintik hujan . Kita berpapasan dengan beberapa pendaki asal Jakarta menjelang puncak. Kita berdua menyalami mereka satu-persatu dengan ramah. Mereka menyemangati kita berdua karena puncak Hargo Dumilah kurang sedikit lagi kita capai. Ternyata memang benar. Tak jauh dari tempat itu, kita sampai di sebuah gubuk kecil dan disitu terdapat tanda panah ke arah puncak. Hanya beberapa langkah saja menyusuri jalan setapak kecil, Alhamdulillah tepat pukul 07.30 WIB kita berdua sampai di puncak tertinggi Gunung Lawu yaitu puncak Hargo Dumilah yang berketinggian 3265 mdpl. Woeee...aku tak kuasa menahan haru dan berkali-kali mengucap syukur ke Hadirat Ilahi karena diberi kesempatan dan keselamatan untuk menjejak di puncak ini.

Di puncak itu kita bertemu dengan pendaki asal Madiun yang tengah asyik berfoto ria. Sayang sekali cuaca kurang mendukung di puncak karena berselimutkan kabut tebal, menjadikan kami tidak bisa memandang secara leluasa ke arah manapun. Kita lalu mengabadikan moment bersejarah first mountain lawu expedition 2009!!Halah lebay!!wkwkw..

Jepret 1 x! Hasilnya buram!

Jepret 2x! Hasilnya tetap saja buram!!

Jepret 3 x! Hasilnya tambah nggak jelas, nggak karuan!!Hufht dasar kamera sialan! L

Akhirnya Imam punya ide brilian!Mumpung mas-masnya yang dari Madiun belum turun. Dia meminjam kameranya dan mengganti memorynya dengan memory card kamera milik kakaknya itu. Wah ide yang cerdas! Nggak nyangka bro, tumben kamu bisa punya ide cerdas kayak gini. Hehehe..Akhirnya kita berdua bisa puas berfoto-foto dengan gaya yang GEJE di tunggu trianggulasi puncak tertinggi Gunung Lawu itu.


Setelah puas berfoto ria kita langsung segera turun ke Hargo Dalem, karena kabut sangat pekat disertai gerimis serta angin yang kencang menyerang tubuh kita. Kita berdua kemudian melangkah turun perlahan, namun tiba-tiba saja ketika aku menoleh ke belakang ada seorang nenek tua yang muncul secara misterius dari balik kabut. Aku langsung kaget melihat sosok nenek tersebut. Astaghfirullahaladzim, batinku. Aku lalu berbisik ke Imam, “ssstt mam!Coba lu nengok deh ke belakang!Coba periksa itu nenek apa setan??Hiihh”,bisikku. Lalu imam menengok ke belakang. Dan ia juga tampak terkejut. Lalu terdengar suara nenek itu sambil melambai-lambaikan tangan ke arah kita. “nak..nak” sapa beliau. Kita berdua akhirnya yakin itu adalah sesosok manusia beneran. Hehe..Kemudian kita perlahan menghampiri nenek tersebut dengan perasaan was-was.

Nenek itu berperawakan kecil, agak kurus, mukanya keriput dan rambutnya putih terburai. Beliau tampak memakai sepatu boot dan membaya sebuah payung. Tak lama kemudian datang dua orang nenek lagi ke arah kami. Ternyata dua nenek tersebut adalah teman dari nenek ini. Dua nenek tersebut juga memakai sepatu boot dan membawa bungkusan plastik hitam serta payung kecil. Kami lalu bersalaman dan memperkenalkan diri masing-masing. Nenek yang pertama bertemu kami bernama Mbah Tuginah. Sedangkan dua orang nenek yang lain bernama Mbah Tukiyem dan Mbah Sriatin. Usut punya usut ternyata mereka bertiga baru saja mandi dari Telaga Kuning. Widiiih sakti kali ya nenek-nenek ini dingin-dingin gini mandi di telaga! He2..Kata salah satu nenek itu, mereka bertiga sering mandi di Telaga Kuning maupun di Sendang Drajat, katanya untuk mensucikan diri secara lahir dan batin serta dapat meningkatkan drajat seseorang. Huahh mandi Sendang Drajat!!! Tidaaaakkkk!! Berarti air yang barusan kuminum kemarin malam adalah air bekas mandi mbah-mbah ini. Hyaaaaa!!Maaakkk...Pengen rasanya memuntahkan kembali air yang kuminum kemarin waktu itu juga. Wkwkwkw! Mereka berpesan kepada kami jika mendaki ke Gunung Lawu lagi kalau bisa diusahakan membasuh muka atau berwudhu di sumber mata air Sendang Drajat atau Telaga Kuning dan diniatkan berdoa kepada Allah SWT agar cita-cita dan keinginannya terkabul. InsyaAllah doanya akan dikabulkan bila berdoa dengan sungguh-sungguh.

Kemudian salah satu nenek itu bertanya tentang tujuan kita berdua saat ini.

“Arep menyang ngendi le?=Mau kemana nak?”Tanya Nenek Tuginah sembari tersenyum ramah.

“Badhe mandap mbah=Mau turun ke bawah Nek”, Jawabku dengan tersenyum.

Aku lalu bertanya kepada Mbah Tuginah, “Mbah, umpami badhe wangsul dateng ngandap lewat jalur Cemoro Kandang, dalanipun pundi nggih?”= “Nek, kalau misalnya mau pulang turun ke bawah lewat jalur Cemoro Kandang jalannya lewat mana ya?”

Nek Tuginah menjawab, “Wo arep mudun lewat Cemoro Kandang to le sampeyan iki. Dadi ngene le sampeyan terus mudun nganti warunge Mbok Yem, terus mlaku nganti petilasan Hargo Dalem, ndek kono mengko enek tulisane ndek arah Cemoro Kandang. Sampeyan nuruti dalan kui sampe mudun ae.Nek arep mudun ati-ati yo le, dalane rodok lunyu”.

Karena teks Bahasa Jawanya diatas agak panjang jadi males translatenya.hahaha!! Coba aja copy terus paste di google translate!!wkwkw emang ada traslate-an bahasa jawa! ngawur!haha nggak2 prendz. Intinya Nek Tuginah menunjukkan arah jalan yang benar menuju Cemoro Kandang kepada kami dan beliau berpesan bahwa harus hati-hati selama perjalanan karena jalannya licin sebab habis diguyur hujan kabut kemarin malamnya.

Kita berdua lalu serempak menyahut, “nggih mbah, maturnuwun sanget”.

Lalu tiba-tiba Nek Tuginah tampak sumringah menengok ke arah belakang kami sambil menunjuk dan melambai-lambaikan tangan seperti memanggil sesuatu seraya berkata, “Wo kae lo le wes dipapak kui”=Oo itu lo nak sudah dijemput”

Spontan kita berdua juga penasaran dan melihat ke arah belakang. Tampak kabut putih menggulung-gulung berjalan merambat pelan ke arah kami disertai angin kencang. Wuuuuzzzzzzzhhh!!!

Deghhhh!!!!Tubuhku seketika merinding dan takut mendengar perkataan nenek itu. Apa maksudnya sudah dijemput??Emang dijemput sama siapa?pertanyaan itu pengen sekali kulontarkan kepada nenek itu. Namun Imam mencubit tanganku dan memberikan kode untuk segera pergi dari tempat ini. Kita berdua lalu segera berpamitan kepada tiga nenek itu dan menyalami mereka satu persatu.

“Kulo kaliyan imam badhe pamit rumiyin mbah”=Saya dan Imam mau permisi pamit dulu nek”, Kataku ramah kepada tiga nenek itu.

“Yo wes ngati-ngati yo le, mbah cuma iso maringi donga wae ya. Mugo-mugo slamet kanthi tekan ngisor. Pokoke sampeyan lek durung sampek ngisor ojo mandeg”. = Ya sudah hati-hati ya nak, nenek cuma bisa ngasih doa aja, moga-moga semuanya selamat sampai di bawah. Pokoknya kalian kalau belum sampai bawah jangan sampai berhenti.”

Duarr!Aku dan Imam bagai disambar petir mendengar pesan nenek tersebut. Kita berdua hanya mengiyakan nasehat mereka dan langsung ngacir terbirit-birit karena ketakutan. Hehehe..

Pukul 08.00 aku dan Imam sampai di Warung Mbok Yem. Karena kelaparan kita berdua memesan nasi soto dan susu jahe anget untuk sarapan pagi. Wuuahhh mantabz gan!Dingin-dingin gini makan dan minum yang anget-anget. Di dalam warung itu ternyata sangat luas. Di dalamnya sudah sengaja digelar tikar dan karpet untuk para tamu atau pengunjung yang datang. Warung ini tertutup dan lumayan aman dari hempasan angin maupun hawa dingin karena hanya mempunyai satu pintu untuk keluar masuk. Di sini tak hanya menjual nasi dan minuman saja tetapi juga menjual berbagai kebutuhan pendaki seperti syal, jerigen,souvenir Gunung Lawu, Sabun, Sikat Gigi, Snack dan lain-lain. Pada waktu itu kita berjumpa dengan rombongan pendaki asal SMAN 1 Ponorogo yang bersiap untuk turun. Selain itu kita juga bertemu 3 pendaki asal Jakarta yang kita temui tadi di perjalanan menuju puncak, yang nampaknya kini tengah beristirahat bersantai di dalam warung.

Sarapan pagi untuk kita berdua telah siap dihidangkan. Yummy soto nikmat ala cheef Mbok Yem pun kita santap habis. Hehehe..Sarapan kita tambah nikmat dilengkapi dengan susu jahe hangat ala cheef Mas Muis yang merupakan asistantnya Mbok Yem. J Selesai makan aku menghangatkan diri mendekat ke tungku bara apinya Mbok Yem. Imam lalu melakukan hal yang serupa. Kita berdua sempat mengobrol dengan Mbok Yem dan Mas Muis. Setelah itu kita berkemas-kemas bersiap untuk turun ke bawah. Tak terasa sudah satu jam setengah aku dan Imam berada di warung Mbok Yem. Tepat pukul 09.35 kita meninggalkan warung Mbok Yem setelah berpamitan terlebih dahulu sebelumnya.

Sebelum turun melewati jalur Cemoro Kandang. Aku dan Imam melewati beberapa rumah. Mungkin ini rumah milik abdi dalem atau penjaga Hargo Dalem. Kita melihat beberapa ayam cemani di sekitar rumah ini. Ayam ini biasanya digunakan untuk tumbal sesajen ritual-ritual tertentu disini mungkin. Kita berdua singgah dulu sejenak di petilasan Hargo Dalem. Aku penasaran dengan ruangan di dalam petilasan tersebut. Namun ternyata setelah ku lihat-lihat ruangan petilasan tersebut sangat mengerikan dan penuh dengan nuansa mistis. Di dalamnya terdapat beberapa patung dan gambar-gambar pahatan yang menyeramkan. Hiih membuat bulu kudukku merinding saja. Aku dan imam segera pergi dari tempat itu. Di sebuah pertigaan aku dikejutkan oleh suara yang memanggil temanku yaitu si Imam.

“Nak Imam..Nak Imam”, Suara itu terdengar samar-samar di telingaku.

Siapakah gerangan suara itu?Aku lalu menengok ke belakang. Ternyata itu adalah suara salah seorang nenek yang kita jumpai di Puncak Lawu. Aneh kok masih inget ya dengan kita berdua dan lebih aneh lagi beliau masih hafal nama temanku yang satu ini. Kita berdua kembali menghampiri ketiga nenek itu.

“Loh kok isih teko kene le?”=Loh kok masih sampai sini nak?”, tanya salah seorang nenek tersebut.

“Inggih mbah, niki wau taksih istirahat dateng warungipun Mbok Yem rumiyin. Bibar niki badhe mandap kok mbah”=Iya Nek, Ini tadi masih istirahat di warungnya Mbok Yem dulu. Habis ini mau turun kok Nek”, Sahut Imam.

“Woo ya wes lek ngono le,mugo-mugo slamet ya sampek tujuan”=Woo ya sudah kalau begitu nak, mudah-mudahan selamat sampai di tujuan”, kata mbah tersebut sambil mendoakan kami.

“Nggih mbah, amien. Monggo kulo kaliyan rencang kulo niki badhe pamit rumiyin mbah”=Iya nek, amien. Permisi dulu Nek saya dan teman saya ini mau pamit”, Kata Imam.

“Iyo le”=Iya nak”, Jawab si Mbah sambil tersenyum ramah.

Kita kemudian meninggalkan ketiga nenek tersebut dan melanjutkan perjalanan untuk turun ke bawah mengikuti jalur track yang ada. Pemandangan di sekitar jalan setapak ternyata sangat menakjubkan. Kita berdua seperti berada di negeri antah berantah dimana dikelilingi oleh bunga-bunga edelweis yang sedang mekar. Kabut tipis seakan menjadi selimut bunga-bunga yang anggun itu. Mirip di negeri kahyangan di serial sun go kong!!hehe..Jalan setapak yang kita lewati masih tampak jelas karena agak lebar. Sekitar 30 menit berjalan akhirnya membawa diri kita ke suatu tempat yang luas mirip lapangan bola, dimana disitu terdapat sebuah shelter. Ternyata setelah kuselidiki tempat ini merupakan Pos IV yang dinamakan Pos Cokro Suryo, karena tepat bersebelahan dengan Gunung Cokro Suryo. Pos ini berketinggian 3025 mdpl dan di area padang rumputnya terdapat beberapa in memoriam pendaki yang meninggal di Gunung Lawu. Karena tadi sebelum ngetrack ke Puncak aku sempat nggak tahan mau beol. Hehehe..akhirnya aku membuangnya di semak-semak di area pos IV. Semoga nggak ada yang nginjak aja nih ranjau daratku. Hwahaha..Huffth akhirnya, lega juga rasanya!! Wkwkwkw J

Setelah itu aku dan imam melanjutkan perjalanan yang tertunda menuju pos selanjutnya di bawah. Jalan setapak yang kita lalui ternyata berkelok-kelok memutar punggungan. Karena kita menarget untuk sampai di base camp Cemoro Kandang sebelum jam 3 sore. Jadi kita memutuskan untuk melewati jalan yang merupakan aliran air dimana rutenya memotong kompas dan menghemat waktu. Namun jalan yang kita lewati agak sedikit terjal. Disarankan teman-teman pendaki untuk tidak melewati jalan ini karena demi keselamatan dan keamanan pribadi, soalnya jalur ini memiliki tingkat resiko yang tinggi apalagi musim hujan seperti ini yang mengakibatkan jalur menjadi licin. Jika kita tidak hati-hati salah melangkah sedikit saja, maka akan dapat membahayakan keselamatan kita sendiri. Aku saja berkali-kali jatuh terpeleset karena sangat licinnya jalur. Walaupun ternyata aku dan imam dapat menghemat waktu daripada menyusuri jalur punggungan yang berkelok-kelok seperti ular itu.

Di tengah perjalanan kita melewati sebuah aliran air kecil yang menurut primbon yang kubaca bahwa inilah yang dinamakan Sendang Panguripan. Sumber air ini dapat kita jumpai sebelum turun mencapai pos III. Di sumber air itu terdapat sesajen dan bunga-bunga yang berserakan. Seketika wangi dupa dan bunga-bunga itu menyerbak menusuk hidung kita. Tak jauh dari sumber itu sekitar lima menit berjalan kita akhirnya sampai di Pos III yang dinamakan Pos Penggik. Kita sampai di pos yang berketinggian 2780 mdpl ini pada pukul 11.12 WIB. Aku dan Imam di sana melihat sesosok burung Anis Gunung / Turdus polyochepalus yang sedang santai berjalan di depan shelter pos. Perasaanku burung ini dari tadi selalu mengikuti kemana kita pergi tapi aku tak tahu pasti karena mungkin ada banyak burung sejenis yang disini. Burung yang kebanyakan pendaki menyebutnya Jalak Kuning ini konon merupakan burung yang mampu menunjukkan arah yang benar bagi para pendaki agar tidak tersesat di gunung. Artinya jika kita selalu menjumpai burung ini yang seolah-olah mengikuti kita, maka tandanya kita sudah menuju jalan atau rute yang benar. Entah percaya atau tidak disarankan bagi teman-teman pendaki jika bertemu burung ini disarankan untuk tidak mengganggunya.

Di Pos Penggik kita hanya beristirahat sejenak untuk sekedar meluruskan kaki. Kita selama perjalanan terus terbayang-bayang pesan nenek tua tadi yang tidak boleh berhenti sebelum tiba di Cemoro Kandang. Akhirnya kita berjalan dengan cepat, dengan agak sedikit memaksakan langkah kaki walaupun didera rasa capek. Aku tak tahu apakah maksudnya kita berdua disuruh tidak boleh berhenti sebelum waktunya tiba ditujuan. Dan tentang kata-kata “dijemput” tadi? Apa maksud gerangan nenek itu menyebut kata tersebut? Hiih rasanya aku jadi bergidik merinding dan kepalaku dipenuhi tanda tanya. Memang gunung yang anggun dan sekaligus penuh dengan misteri pikirku dalam hati. Apakah tadi kita dijemput oleh pengawal kerajaan jin dari Gunung Lawu?ataukah memang pengawal itu ditugaskan untuk mengawal kita sehingga kita tidak diperbolehkan untuk berhenti sebelum tiba di bawah, karena mungkin ada jin jahat yang akan mencelakakan kita? Aku tak tahu dan tak mau tahu serta membayangkan yang tidak-tidak. Niatku yang terpenting untuk mendaki Gunung Lawu ini hanyalah ingin menikmati dan mensyukuri alam ciptaan-Nya yang begitu indah. Semoga perjalananku ini Engkau ridhoi Ya Rabb dan berilah keselamatan kepada kami hingga tiba di tujuan nanti. Amien..

Kembali kaki ini melangkah menyusuri jalan setapak Lawu yang panjang dan melelahkan. Kabut terus menyelimuti disertai gerimis kecil mengguyur tubuh kita selama perjalanan. Cemara demi cemara kita lewati, jalan setapak yang tepiannya merupakan jurang menganga dalam terus kita lalui tanpa henti. Di sebuah pos bayangan aku dan Imam yang staminanya terus menurun berhenti sejenak untuk minum dan melemaskan otot-otot yang pegal. Waktu sudah menunjukkan pukul 12.15 WIB. Jadi sudah 1 jam lebih kita berdua berjalan dari Pos Penggik. Hingga akhirnya setelah kembali melanjutkan perjalanan kita disuguhkan oleh pemandangan yang luar biasa fantastis di depan mata. Aku bahkan tak percaya bisa berada di tempat seindah itu. Sekilas tempat tersebut mirip di benua Amerika yang mempunya jurang-jurang yang sangat dalam dan lembah hijau yang sangat menawan. Di primbon yang ku baca, jurang inilah yang disebut dengan Jurang Pangarip-arip. Jurang indah yang sangat dalam sekaligus juga tampak menyeramkan. Demi keselamatan para pendaki di kanan jalan di pasang batas pengaman yang berupa tonggak-tonggak permanen yang terdapat rantai besi. Namun di beberapa lokasi batas pengaman ini terkena longsor sehingga diperlukan kehati-hatian ketika melewatinya. Sayang pada waktu itu baterai kamera yang kita bawa sudah habis jadi kita tidak dapat mendokumentasikan pemandangan indah Jurang Pangarip-arip.

Kita terus melaju memburu waktu menuju ke base camp Cemoro Kandang. Tak terasa 21 menit kemudian dari Jurang Pangarip-arip kita sampai di Pos 2 yang dinamakan Pos Taman Sari Atas (2470 mdpl). Di pos ini aku menjumpai burung besar yang terbang cepat menghindar ke arah hutan karena mungkin terusik kedatangan kita. Samar-samar aku melihat burung ini mirip dengan burung Merak Hijau atau Pavo muticus. Namun aku ragu karena warna bulunya tadi sekilas keseluruhan tampak hitam. Aku hanya celingukan melihat-lihat di area sekitar pos dan kembali melanjutkan perjalanan turun yang tinggal melewati 1 pos lagi. Jalan setapak yang kita lewati semakin lebar menuju ke bawah dengan vegetasi di kanan kiri tertutup. Jenis pohon yang kutemukan di kanan kiri jalan adalah Lamtoro (Sesbania grandiflora). Pukul 13.18 akhirnya kita sampai di Pos Taman Sari Bawah (2300 mdpl). Di pos itu terdapat dua warung makanan yang sedang tutup,letaknya berada persis di samping depannya. Aku dan Imam hanya istirahat sekitar 5 menit di warung depan pos ini.

Kita melanjutkan perjalanan untuk mengejar waktu agar tidak terlalu sore sampai di Pos Cemoro Kandang. Menurut primbon yang kubaca sebelum mencapai ke Pos Cemoro Kandang terdapat percabangan jalan menuju ke arah air terjun yaitu ke kiri. Sebenarnya aku penasaran dan ingin melihatnya secara langsung, tapi karena ingat pesan nenek tadi aku dan imam tetap lanjut. Sekitar 45 menit kita berjalan akhirnya kita sampai di Base Camp Cemoro Kandang pada pukul 14.00 WIB. Di Pos yang di kelola oleh Paguyuban Anak Gunung Lawu ini terdapat fasilitas MCK, musholla, aula dan ruangan kecil untuk istirahat. Aku dan Imam hanya berlalu saja melewati pos ini dan segera menuju ke Base Camp Cemoro Sewu untuk melapor. Namun toko souvenir yang terdapat di seberang base camp Cemoro Kandang menggoda hati kita untuk mampir membeli sesuatu untuk oleh-oleh. Akhirnya aku membeli sebuah gantungan kunci dan stiker Gunung Lawu. Di samping toko tersebut terdapat beberapa warung makanan yang tengah ramai di kunjungi oleh wisatawan. Aku dan Imam hanya melintas begitu saja karena duit di kantong sudah menipis. Hiks L

Kita kemudian melewati sebuah tugu perbatasan antara Propinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah.Berarti kita keren donk, dari Propinsi Jawa Tengah ke Jawa Timur hanya berjalan kaki! Wkwkw! Di samping tugu perbatasan tersebut terdapat sebuah jembatan yang cantik dimana di bawahnya kita akan dapat melihat pemandangan sebuah villa yang menawan.Akhirnya pada pukul 14.30 kita sampai di Base Camp Cemoro Sewu. Aku segera melapor ke petugas perijinan pendakian bahwa telah selesai melakukan pendakian dengan selamat dan lancar. Setelah itu kita melangkah ke masjid yang terletak di seberang jalan pos pendakian untuk menunaikan sholat ashar. Sehabis sholat aku dan imam bergantian untuk mandi di kamar mandi umum di sebelah masjid. Brrr air dingin khas pegunungan mengguyur tubuhku yang lelah. Segar sekali rasanya walaupun membuat badanku menjadi menggigil kedinginan. Lalu kita melakukan packing ulang dan bersiap untuk melanjutkan perjalanan pulang.

Sore itu jalanan di sepanjang Cemoro Sewu tampak diselimuti kabut tipis. Kulihat beberapa rombongan pendaki tengah bersiap-siap akan mendaki ke puncak Lawu. Sementara kita dan rombongan dari Ganeshapala Ponorogo akan bersiap turun ke bawah kembali pulang. Berhubung angkot dari Cemoro Sewu menuju Tawamangu mungkin sudah tidak beroperasi, kita berdua memutuskan untuk nebeng bareng teman-teman dari Ganeshapala turun ke Ponorogo. Alhamdulillah ketua rombongan mereka mengijinkan kita untuk gabung. Makasih banyak sobat! J Aku tak dapat membayangkan bagaimana jika kita berdua sampai terlantar di tempat ini karena sudah tidak ada angkot lagi. Tak beberapa lama kemudian truk yang menjemput rombongan teman-teman Ganeshapala pun tiba. Pukul 15.30 kita turun dari Cemoro Sewu menuju Kota Ponorogo. Alhamdulillah truknya masih longgar. Truk itu diatasnya ditutup terpal plastik karena diluar dilanda hujan gerimis yang mengguyur sepanjang perjalanan. Di atas truk itu kita asyik berbincang dengan teman-teman dari Ganeshapala. Ternyata ada alumninya yang berasal dari ITS juga. Perjalanan alhamdulillah tidak menemui kendala yang berarti dan membawa kita semua sampai dengan selamat di SMAN 1 Ponorogo pada pukul 17.00 WIB. Aku dan Imam kemudian membantu menurunkan barang-barang bawaan dan tas-tas ransel ke bawah. Setelah itu kita berpamitan kepada teman-teman dari Ganeshapala dan diantar oleh bapak supir truk menuju ke trayek jalur Bus Ponorogo - Trenggalek. Hmm perjalanan yang penuh kenangan dan pengalaman yang tak ternilai harganya. J

Kita tiba di sebuah pertigaan besar dimana di tempat itu adalah jalur bus menuju ke Trenggalek. Tak lupa kita mengucapkan banyak terimakasih kepada bapak supir truk yang bersedia mengantarkan kita sampai di sini. Aku dan Imam lalu mencari-cari warung untuk mengisi perut kita yang sudah kelaparan. Sebuah warung sate gule yang berada di pinggir jalan pun kemudian kita hampiri. Kita berdua memesan seporsi nasi gule dan teh hangat. Harganya lumayan murah cuma merogoh kocek 6 ribu rupiah saja. Hmm Mantab..

Usai makan kita menunggu bus di depan sebuah counter pulsa. Menurut seorang bapak yang kebetulan juga akan naik bus ke Trenggalek, bus akan datang sekitar pukul setengah 7 malam. Jadi kita harus sabar menunggu kedatangan bus itu. Akhirnya bus yang ditunggu-tunggu pun tiba. Kita langsung mencari posisi di dalam bus, dan alhamdulillah busnya masih longgar. Tarif bus dari Ponorogo ke Trenggalek pada waktu itu adalah Rp.12.500,- per orang. Pukul 19.30 WIB kita akhirnya sampai di terminal Trenggalek. Di sana sudah bersiap bus yang menuju ke Tulungagung namun bus itu penuh sesak oleh penumpang. Apa boleh buat karena itu merupakan bus yang terakhir menuju ke Tulungagung, kita langsung menumpang saja walaupun harus berdiri berjejalan dengan penumpang yang lain. Kita berdiri selama 1 ½ jam di bus itu sampai di terminal Tulungagung pada pukul 21.00 WIB. Fiuuhhh..sudah badan capek ditambah capek lagi jadinya capek kuadrat!!hehe sial banget! L Yahh nggak apa-apalah yang penting sudah sampai di Tulungagung. Aku dan Imam istirahat sejenak di bangku ruang tunggu penumpang di terminal sambil melihat tayangan sepak bola Liga Inggris. Setelah itu aku dan Imam pulang ke rumah masing-masing dengan berjalan kaki. Kalau aku sih masih dekat rumahnya, lha tapi rumah temanku ini berjarak sekitar 10 km lagi dari terminal. Wuahh nggak apa-apa mam, biar kakimu tambah kuat ntar.Wkwkwkw..Pukul 22.00 akhirnya aku tiba di rumah tercinta. THE END JJJ

***

Special thanks to :

v Allah SWT dan Rasul-Nya

v Mbok Yem dan Mas Muis, makasih atas soto dan susu jahe angetnya. Sipp mantab banget! :)

v Mbok To, makasih atas teh angetnya Mbok.. :D

v Teman-teman pendaki yang menyertai perjalanan kita dari UIN Jakarta,Bandung, Madiun, Sragen, Malang.

v Mas Adi dan Mas Dimas serta Teman-teman Pencinta Alam Ganeshapala SMAN 1 Ponorogo,terimakasih atas tumpangannya menuju Ponorogo. Semoga kita bisa bertemu di lain waktu. Sukses selalu buat kegiatan-kegiatannya! J

v Mbok Tuginah, Mbok Tukiyem dan Mbok Sriatin, terimakasih atas wejangan dan doa yang diberikan kepada kita.

slideshow

Fotoku

Fotoku
lagi ikut lomba birdwatching

Islamic Web Category

Powered By Blogger