Reportase kegiatan merupakan salah satu penulisan ilmiah dalam bentuk deskriptif hasil observasi suatu kegiatan. Cara yang diperoleh untuk mendapatkan data adalah dengan mengamati suatu fenomena (melihat, mendengar, merasa, menghirup ataupun bentuk pengamatan lain dengan menggunakan alat indera) serta mendokumentasikan lewat gambar, tulisan, video dan lain-lain. Intinya adalah peneliti just menghimpun fakta-fakta atau informasi-informasi tanpa melakukan pengujian-pengujian ataupun analisis hubungan. Sehingga bentuk penyampaian informasi yang digunakan berupa deskripsi hasil pengamatan (cerita ulang). Data yang diperoleh adalah data kualitatif (tidak berupa angka). Salah satu contoh penelitian yang laporannya menggunakan reportase yaitu mengungkapkan fenomena-fenomena pencemaran udara di wilayah Surabaya Timur. Misalnya saja mengungkapkan fenomena-fenomena tersebut dengan mengadakan suatu kegiatan kecil seperti bersepeda dengan memotret “fenomena pencemaran udara” seperti kegiatan yang telah dilakukan divisi BABM PLH SIKLUS ITS pada tanggal 5 April 2009 yang lalu. Berikut ini adalah hasil reportase kegiatan yang telah dilakukan.
Reportase Kegiatan Bersepeda Dalam Mengungkapkan Fenomena-Fenomena Pencemaran Udara
Reportase Kegiatan Bersepeda Dalam Mengungkapkan Fenomena-Fenomena Pencemaran Udara
Kegiatan pemeriksaan kondisi kualitas pencemaran di kawasan Surabaya Timur ini berlangsung pada hari Minggu, 5 April 2009 pukul 08.40 WIB. Dilakukan oleh 5 orang, yaitu 4 orang divisi BABM (Bakti Alam Bakti Masyarakat) yakni Brainca, Rivel, Zein, Lusi dan 1 orang AM (Anggota Muda) yaitu Sari. Terjadi keterlambatan selama 1 jam 40 menit dari rencana awal. Hal ini diakibatkan oleh adanya personel yang datang tidak tepat waktu, jumlah sepeda kurang dan tidak layak pakai (sehingga perlu dilakukan perbaikan), serta mencari kamera (tidak bertemu divisi logistik, tidak sempat bilang pada pihak yang bersangkutan, hingga kamera SIKLUS tidak bisa dipinjamkan). Dilakukan perpersiapan, briefing, foto-foto dan berdoa sebelum berangkat hingga menghabiskan waktu selama 10 menit hingga pukul 08.50 WIB. Setelah itu kelima pelaku itupun berangkat.
Hal yang telah ditemui selama perjalanan yaitu kondisi jalan raya sepi dari kendaraan, khususnya kendaraan bermotor (tidak seperti biasa / hari aktif). Sehingga polusi udara yang ditimbulkan tidak separah parah.
Fenomena lain yang ditemui yaitu adanya pembakaran sampah oleh salah satu warga di Jalan Kenjeran. Pembakaran pada sampah adalah salah satu penyumbang polusi udara, hal itu disebabkan oleh adanya partikulat-partikulat hasil pembakaran. Partikulat-partikulat yang dihasilkan tersebut bertebaran di jalan dan mengganggu pernapasan serta pengelihatan pengguna jalan. Suatu hal yang menarik lagi di jalan Kenjeran adalah adanya segerombolan manusia yang ternyata adalah massa dari caleg (calon legeslatif) partai PDIP. Pada waktu kami melewatinya, mereka masih stand by ditempat itu untuk mendapatkan sembako. Namun diduga mereka juga melakukan aksi kampanye karena mereka membawa banyak kendaraan serti pick up satpol PP, mobil, motor, becak, sepeda, dan lain-lain. Sehingga diduga kegiatan kampanye tersebut juga turut menyumbang pencemaran udara yang terjadi di Surabaya. Selama perjalanan dari ITS ke etape 1 (belokan dari arah Kenjeran ke Putro Agung) tidak ditemukan adanya polusi udara yang diakibatkan oleh industri, seperti ruko, toko, pabrik, dan lain-lain. Semuanya tutup karena hari libur. Adapun kendaraan yang ditemui selama perjalanan yaitu mobil, bemo, motor, truk, pick up, becak, sepeda, “kereta kelinci”.
Pada etape 1, kami mewawancarai seorang tukang kunci di pinggir jalan Putro Agung (belokan dari Jalan Kenjeran ke Putro Agung). Beliau bernama Suprapto. Keseharian Beliau adalah “nongkrong” disana (selain tempat mencari nafkah, tempat tinggalnya juga berada di sekitar lokasi tempat kami melakukan observasi). Beliau mengatakan bahwa Beliau sebenarnya tidak betah dengan asap kendaraan bermotor di sana (tempat Beliau kerja). Hanya karena tuntutan kehidupan, Beliau masih bertahan. Perjalanan menuju etape 2 dimulai pada pukul 10.17 WIB. Sepuluh menit setelah perjalanan dimulai, kami menemukan asap hitam mengepul di udara. Setelah ditelusuri, ternyata asap hitam tersebut berasal dari produksi pabrik tahu di Jalan Karang Asem (kalau tidak nomor 6 ya 7). Kami singgah di pabrik tersebut pada pukul 10.27 WIB. Kamera kami tidak bisa memotret dengan jelas karena letak kami ke cerobong tersebut jauh. Namun jika dilihat dengan “mata telanjang” terlihat sangat jelas. Secara berkala selang kurang lebih satu menit, asap yang keluar putih-hitam-tidak berasap. Siklus tersebut terjadi secara berulang-ulang. Pabrik tersebut berproduksi setiap hari kecuali hari lebaran. Sehingga pabrik tersebut juga dikatakan penyuplai pencemaran di udara.
.
Perjalanan berlanjut menuju etape 2 . Tepat 8 menit setelah perjalanan (sekitar pukul 10.36 WIB) di sebrang jalan Bronggalan 28 (pinggir sungai) ada orang yang membakar sampah. Perlu diketahui, sampah itu sebenarnya tidak sehat jika dibakar, karena asap yang ditimbulkannya merupakan salah satu bentuk polusi. Segala bentuk sampah seharusnya dikubur.
Pada pukul 10.47 WIB tepat di perempatan antara Fakultas Kedokteran UNAIR dan Rumah Sakit Husada Utama, kami menemui jalan yang relatif kecil tersebut padat karena adanya kampanye Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Otomatis asap kendaraan juga mengepul. Pembangunan di Fakultas Kedokteran menambah debu dan polutan lain.
Terdapat 4 pilar besar Di RS Husada Utama (yang nampak dari tempat kami istirahat). Salah satu diantaranya terlihat kusam, diduga disebabkan oleh adanya polusi udara. Ada 1 pilar lagi yang kondisinya parah, berkarat akibat proses korosi.
Kami sempat melakukan perhitungan terhadap jumlah kendaraan yang lewat di depan kami singgah. Selama 3 menit kami mengawasi, terdapat 21 mobil dan 143 motor (terlepas dari keterbatasan kami dalam menghitung jumlah kendaraan). Pemeriksaan itu hanya dari satu sisi perempatan dan hanya dalam waktu 3 menit. Bagaimana jika fenomena serupa di selurus Surabaya dan terjadi berulang-ulang setiap hari ? Apakah yang akan terjadi ?Pukul 11.00WIB tepat perjalanan menuju etape 3 dimulai. Hanya membutuhkan waktu 15 menit untuk sampai ke etape 3 dari etape 2. Adapun letak etape 3 yaitu di jalan Dharmawangsa (perempatan Kertajaya). Tujuan kami kesini yaitu untuk melihat hasil up date dari pemeriksaan pencemaran udara di Surabaya Timur (ISPU, Indeks Standar Pencemaran Udara), karena alat yang digunakan untuk mengetahui hasil dari pencemaran yang ada di Surabaya Timur hanya ada di sini, depan pom bensin. Sedangkan alat untuk mengidentifikasi pencemaran udara berada di jalan Arief Rahman Hakim. Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil pengamatan tersebut adalah pencemaran yang terjadi di wilayah Surabaya Timur adalah pencemaran tingkat sedang.
Tepat di pertigaan sebrang cafĂ© glass jalan Ngagel Jaya, kami berhenti sejenak untuk melakukan observasi. Hari sudah siang sehingga suasana juga mulai panas, kendaraan juga sudah semakin padat di jalan-jalan, sangat ramai. Kondisi di tempat kami melakukan “inspeksi mendadak tersebut” terlihat banyak sampah berkeliaran dan tembok-tembok mengelupas. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan tembok mengelupas adalah karena adanya pencemaran udara.
Pada etape 5 yaitu sekitar pukul 11.53 WIB, ada sesuatu yang berbeda dari biasanya. Hari dimana kami melakukan observasi, suasana sepi (jika dibandingkan dengan hari aktif). Tapi tidak mengurangi rasa panas para pengguna jalan. Kami berhenti di sebelah kebun bibit. Tercium bau yang sangat tidak enak menyengat ke hidung kami. Ternyata air kubangan bercampur lumpur yang tidak jelas darimana asalanya.
Ada beberapa info yang diperoleh dari pedagang sekitar kebun bibit mengenai kepemilikan kebun bibit tersebut yang secara tidak langsung berpeluang untuk memberikan pengaruh negatif terhadap lingkugan dalam jangka waktu beberapa periode ke depan. Ternyata kebun bibit tersebut telah menjadi milik swasta dari beberapa bulan yang lalu (kurang lebih 3 bulan yang lalu). Kebun bibit merupakan barrier. Barrier merupakan istilah untuk penyangga polutan supaya tereduksi, terutama yang berasal dari asap pabrik. Dengan kata lain Kebun bibit merupakan salah satu penyaring udara di Surabaya Timur. Lha pertanyaannya sekarang adalah apakah hal itu tetap berjalan sebagaimana mestinya ? Syukur-syukur kalau sang pemiliknya adalah pemerhati lingkungan, bagaimana kalau bukan ? Apa yang akan terjadi ? Bagaiaman kalau beberapa tahun yang akan datang daerah tersebut dijadikan ruko atau apa saja yang ujung-ujungnya berorientasi pada provit tanpa memperhatikan aspek lingkungan ?
Perempatan Panjang Jiwo pukul 13.43 WIB, sangat panas sekali karena jumlah pohon sangat sedikit sekali, sudah sedikit tidak rimbun pula. Ditambah lagi aktifitas transportasi yang padat, hingga mengakibatkan Surabaya menjadi panas. Perlu diingat bahwa alam juga mempunyai keterbatasan dalam mengimbangi polusi yang terjadi. Mungkin sekarang belum terasa dampaknya. Tapi siapa yang berani menjamin apa yang terjadi satu tahun ke depan, dua tahun ke depan, atau beberapa tahun ke depan ? Penyumbang terbesar kerusakan atau semakin lebarnya lubang ozon adalah pencemaran udara. Sehingga jangan sampai kota Surabaya ini turut menjadi penyumbang kerusakan terbesar tersebut.
Sekedar wacana saja, tentang kondisi sungai yang ada di sana. Ternyata sungai yang ada di sana sungai yang lebar. Sungai tersebut diplengseng, tidak ada sempadan sungainya. Padahal seharusnya sungai harus diberi jarak selebar 5 m di kanan dan kiri sungai yang ditumbuhi tumbuhan. Sedangkan disana gersang. Tidak ada tanaman, hanya terdapat gundukan batu kerikil. Jalan Raya Kali Rungkut pukul 13.55 WIB di depan proyek bp Green Contractor. Para peneliti juga masih bingung itu proyek apa, kami juga kesulitan untuk bertanya karena di sekitar proyek tidak ada orang yang berkeliaran, yang mungkin bisa untuk ditanyai. Sebuah proyek bangunan, apapun bentuknya, sangatlah menarik bagi para peneliti pencemaran udara karena proyek pembangunan sebuah bangunan berpotensi sangat besar menjadi penyumbang partikulat di udara.
Perjalanan menuju titik terakhir dari serangkaian perjalanan dimulai. Selama perjalanan kami disesakkan oleh asap pembakaran. Penglihatan kami juga terganggu oleh adanya debu-debu yang bertebaran kemana-mana. Setelah dilakukan pencarian penyebab dari pembakaran tersebut, ternyata asap tersebut berasal dari salah satu pabrik yang ada di Kali Rungkut. Ketika kami akan mengambil gambar, ternyata petugas keamanan dari pabrik tersebut menghalangi kami dalam mengambil gambar. Mungkin mereka takut kesalahan mereka di expose. Apakah kalian tahu apa kesalahan mereka ?
Kesalahan mereka adalah telah membakar sampah. Sampah tidak boleh dibakar, apapun bentuknya. Sampah hanya boleh dikubur bukan dibakar. Terlebih untuk taraf pabrik (skala besar). Oleh Karena itu, para petugas keamanan PT. "K" tidak segan berkata kasar (agak membentak) agar kami segera pergi tanpa memotret fenomena tersebut (agar tidak ada bukti adanya peristiwa tersebut). Adapun potret yang kami peroleh kami ambil dari sebrang jalan ketika kondisi jalan sepi oleh kendaraan. Pada titik perhentian yang terakhir pukul 14.15 WIB yaitu di pertigaan jalan Rungkut Kidul, ditemui bahwa alur lalu lintasnya agak sedikit “semrawut”, debu dan asap kendaraan dimana serta pohon pun “terbatas”. Sehingga menambah panasnya suasana.
Setelah kami mendapatkan hasil yang diinginkan tersebut, kami kembali menuju Institut Teknologi Sepuluh Nopember untuk merencanakan pengumpulan data, membuat reportase kegiatan dengan ending menyerahkan hasil serangkaian acara tersebut ke divisi HUMAS (Hubungan Masyarakat).