Beranda

Wednesday, January 29, 2014

Petualangan survey tugas akhirku

Pengembangan Potensi Wisata Alam Kabupaten Tulungagung dengan Sistem Informasi Geografis.

Pada awalnya aku sempat bingung untuk mencari-cari judul tugas akhir atau skripsi yang cocok sesuai dengan bidangku di Jurusan TekniK Geomatika ITS. Namun akhirnya setelah berkonsultasi dengan beberapa dosen pembimbing aku memilih untuk mengembangkan judul sendiri dengan ide sendiri pula. Sengaja aku memilih Kabupaten Tulungagung sebagai kampung halamanku untuk memberikan pengabdianku sebagai mahasiswa atas apa yang aku peroleh selama duduk di bangku kuliah. Sengaja pula aku memilih wisata alam karena sesuai dengan hobiku yang suka menjelajah alam. :) Alhamdulillah aku dapat pembimbing yang tepat yaitu Bapak Dr. Ir.  Muhammad Taufik. Beliau dengan sabar dan disiplin membimbing tugas akhirku hingga semuanya selesai tepat waktu. Selain itu ada seorang dosen lainnya yang SMA-nya dulu dari di Tulungagung yang membantu mengarahkan dan membimbingku yaitu Bapak Agung Budi Cahyono. Dengan rasa tulus kuucapkan terimakasihku kepadamu Bapak-Bapak Dosen yang terhormat, terimakasih atas arahan, bimbingan dan supportnya. :)

Akhirnya setelah sidang proposal, judul tugas akhirku telah disetujui dengan sedikit perubahan yaitu "Pengembangan Potensi Wisata Alam Kabupaen Tulungagung dengan Sistem Informasi Geografis". Setelah itu aku langsung mengurus perijinan untuk survey penelitian di Baskesbanglinmas Kabupaten Tulungagung. Surat ijin pun aku dapat pada tanggal 11 maret 2010 dan setelah itu aku langsung mensurvey tempat-tempat wisata alam yang ada di Tulungagung. Tujuanku pertama adalah mengunjungi sang primadona wisata waduk terbesar se-Asia Tenggara yaitu Waduk Wonorejo.Setelah itu aku pergi ke pantai-pantai yang cantik di sebelah selatan Tulungagung.Di sini aku tak hanya mendokumentasikan saja obyek-obyek wisata itu namun aku juga mencari titik koordinatnya dengan menggunakan GPS untuk dipetakan sebaran obyeknya. Di samping itu aku juga mewancarai penduduk setempat dan menyebarkan kuesioner untuk menganalisa sejauh mana potensi dan daya tarik obyek wisata tersebut.

Aku mendedikasikan hasil tugas akhir ini untuk semua masyarakat Tulungagung. Dengan harapan bahwa nantinya karyaku ini dapat bermanfaat untuk mempromosikan tempat-tempat wisata Tulungagung yang eksotis ke khalayak umum.Selain itu juga dapat dimanfaatkan terutama oleh kalangan pelajar dan mahasiswa yang akan melakukan penelitian tentang pariwisata Tulungagung. Perjalananku menyusun Tugas Akhir ini kuawali kurang lebih 5 bulan dari mulai Bulan Maret sampai dengan Juni 2010. Aku ber"solo backpacking" menjelajahi berbagai tempat-tempat yang indah di bumi Ingandaya Tulungagung. Awalnya aku agak khawatir untuk melakukan solo backpacking atau solo travelling, namun dengan berbagai pertimbangan diriku akhirnya berangkat juga demi menunaikan tugas besar dan misi untuk melakukan riset dan penelitian untuk menganalisa tingkat potensi berbagai obyek-obyek wisata alam yang terdapat di Kota Marmer ini. Sudah banyak pengalaman dan kenangan yang tak terlupakan yang aku alami. Mulai dari menginap di rumah penduduk setempat, terjebak banjir besar, jatuh terpeleset dari motor, ketemu biawak besar dan ular berbisa, kesasar di perjalanan sampai melihat berbagai pemandangan yang indah menakjubkan. Aku menyadari bahwa tugas yang kuemban ini tidaklah mudah, banyak pengorbanan dan perjuangan berat yang harus kulakukan namun itu semua kujalani dengan hati yang ikhlas dan sabar. Aku menyadari bahwa harus berusaha secara maksimal agar hasil karyaku nanti juga maksimal dan dapat bermanfaat. Dan inilah sekelumit kisah petualanganku yang tak terlupakan dalam rangka survey penelitian tugas akhir.

Menginap di dusun terpencil, Dusun Mina Klathak Desa Keboireng Kecamatan Besuki.

Salah satu pengalaman yang tak terlupakan adalah pada saat diriku mensurvey Pantai Klathak. Pantai ini terletak di Desa Keboireng Kecamatan Besuki. Untuk menuju pantai ini tidaklah mudah, banyak perjuangan berat yang harus kutempuh dan kuhadapi. Pukul 15.00 WIB aku berangkat dari rumah menuju ke arah selatan Kabupaten Tulungagung. Rumahku terletak di Kepatihan yang berada di tengah jantung kota.Jarak dari rumah adalah  sekitar 35 Km menuju ke pantai tersebut.Di tengah perjalanan masuk Kecamatan Boyolangu aku diguyur hujan deras. Tasku yang berisi laptop dan GPS terancam terkena air. Aku akhirnya membungkus rapat-rapat dengan plastik besar yang kubeli dari toko di pinggir jalan. kemudian menutup tas dengan cover daypack dan mantel yang kukenakan. Rintangan selanjutnya adalah ketika aku telah sampai di jalan makadam Desa Keboireng. Jalan ini cukup sulit dilalui oleh kendaraan bermotor karena hujan membuatnya becek dan licin serta naik turun bukit. Jalan makadam ini nantinya akan menghubungkan dengan Jalur Pantai Selatan (JLS) yang sudah dibuka, namun belum diaspal. Jadi bisa dibayangkan jalan selebar 6 sampai 8 meter yang berupa tanah becek berkelok-kelok menembus hutan serta naik turun bukit sepanjang kurang lebih 5 Km harus kutempuh. Di sinilah rintangan terberatku. Aku harus ekstra hati-hati mengendarai motor agar tak jatuh terpeleset. Namun akhirnya beberapa kali aku terjatuh juga.(^_^) Aku bertemu dengan bapak petugas PLN yang mobilnya terjebak lumpur di tengah jalan. Hmm kasihan juga beliau. Beberapa kali aku harus mendorong motorku karena tidak kuat menanjak di jalanan yang penuh lumpur. Alhamdulillah pada pukul 17.00 WIB aku tiba di Dusun Klathak yang merupakan dusun terpencil dekat pedalaman hutan. Di kampung ini aku kemudian meminta ijin kepada ketua RT setempat untuk menginap semalam. Namun aku hanya bertemu dengan istrinya yaitu Bu Hasyim, karena Bapak RT sedang pergi Desa Keboireng. Aku akhirnya diijinkan menginap di dusun ini. Motorku kutitipkan di rumah Bu Hasyim. Aku kemudian menginap di sebuah musholla kecil di temani oleh Mas Put yang merupakan takmir musholla tersebut. Malamnya sehabis sholat Isya', aku berbincang banyak dan mencari informasi yang selengkap-lengkapnya mengenai Pantai Klathak dengan Pak Baijuri dan Pak Mairan yang merupakan sesepuh Dusun Klathak.Dari perbincanganku dan Bapak-Bapak itu kusimpulkan bahwa para penduduk di Dusun ini sangat membutuhkan perhatian dari pemerintah setempat terutama masalah akses jalan dan kesehatan. Aku disini mungkin sebagai penyambung lidah mereka ingin sekaligus menyampaikan aspirasi kepada Bapak-Bapak dari pemerintah kabupaten setempat yang mungkin sedang membaca tulisanku ini bahwa keadaan mereka sangat memprihatinkan. Banyak para penduduk yang terkena penyakit cikungunya. Dan untuk berobat mereka harus menempuh jarak sekitar 10 km ke Puskesmas yang terdapat di Desa Keboireng. Selain itu akses jalan yang sangat buruk juga menghambat mobilisasi mereka ketika berobat ataupun mengantar anak-anaknya yang sekolah ke desa Keboireng yang sangat jauh jaraknya. Bahkan anak-anak mereka rela tidak sekolah jika hujan mengguyur di pagi hari atau jalannya becek. Di samping itu masalah sanitasi para warga juga perlu diperhatikan karena sebagian besar dari mereka tidak punya MCK yang layak. Kebanyakan para warga membuang hajatnya di sungai atau di tepi pantai secara sembarangan. Hal ini tentunya lama kelamaan akan membuat lingkungan menjadi kotor dan tidak nyaman serta membahayakan bagi kesehatan para warga itu sendiri. Tak terasa lama berbincang-bincang membuat kami tak menyadari bahwa malam kian larut. Pak Jubairi dan Pak Mairan lalu pulang kembali ke rumah. Akupun lalu terlelap tidur di musholla kampung yang begitu sunyi tersebut. Keesokan harinya aku bangun pagi-pagi untuk mengabadikan moment sunrise. Alhamdulillah cuaca cerah dan aku dapat mengabadikan moment indah itu. Pagi yang sangat indah di pantai cantik itu. Cahaya kemilau matahari perlahan menyingsing dari ufuk barat memancarkan hangat sinarnya kepada bumi. Setelah itu aku ditemani dengan Mas Put mengukur jarak panjang dan lebar Pantai Klathak serta mengeplot koordinatnya dengan alat GPS yang ku bawa. Akupun lalu kembali ke rumah Ibu Hasyim untuk berkemas melanjutkan perjalanan ke pantai yang lain. Namun sebelum itu aku disuruh untuk sarapan pagi di rumah Bu RT. Waduh jadi sungkan banget nih. Alhamdulillah pucuk dicinta ulampun tiba. Kebetulan sudah lapar sekali ingin mengisi perut yang sudah keroncongan. Hehe :) Hmm sarapan pagi yang cukup nikmat walaupun dengan menu yang seadanya. Makasih banyak bu Hasyim. Aku harus bersyukur karena diberi pengalaman yang luar biasa di dusun yang banyak memenangkan penghargaan nelayan terbaik ini. Aku kemudian berpamitan kepada Bu Hasyim untuk melanjutkan perjalanan ke tempat lain walaupun hujan deras tengah mengguyur pada saat itu.

Perjuangan dari Pantai Gemah untuk kembali ke rumah.

Pengalaman lain yang tak kalah berat dan menantang yaitu pada saat aku akan kembali dari mensurvey Pantai Gemah. Pada waktu itu hujan deras sedang mengguyurku. Jalur Lintas Selatan (JLS) menjadi sangat becek berlumpur. Aku harus berjibaku mendorong motor naik turun bukit karena jalan sangat licin dan berbahaya. Beberapa kali motorku terjatuh karena terjebak lumpur. Jalan itu layaknya seperti kubangan lumpur raksasa yang berhasil menjebak diriku. Staminaku makin habis. Pada saat itu tak ada orang lain selain aku di jalur itu. Aku terus mendorong sampai titik batas tenagaku. Namun alhamdulillah dengan dengan segenap perjuangan yang aku kerahkan akhirnya aku bertemu dengan para penduduk yang tengah pulang dari mencari rumput di hutan. Mereka membantu mendorong motorku sampai ke tempat yang aman. Pada saat itu jalur terputus karena ada aliran air yang tengah meluap dari atas bukit yang melintang di tengah jalan menuju ke aliran sungai kecil di bawah. Apabila nekat meneruskan perjalanan akan sangat beresiko sekali karena akan membahayakan jiwa. Bisa-bisa aliran air yang deras itu menghanyutkan aku dan motorku menuju jurang yang ada di bawah. Hiih!! Tanah-tanah yang ada di aliran air di sisi utara banyak yang longsor dibuatnya. Aku menunggu dengan beberapa bapak dan ibu para pencari rumput sampai aliran air itu mereda. Setelah alirannya sudah agak reda, kami memutuskan untuk melewati aliran air itu dengan bergotong royong mendorong motor secara bergantian. Ngeri juga melintasi aliran air itu. Karena masih kudengar suara deras arus air yang menggerojok ke sungai kecil yang ada di bawah. Tapi syukur alhamdulillah aku dan para pencari rumput itu dapat keluar dari rintangan yang berbahaya tersebut. Perjalanan masih belum berakhir. Aku masih berjuang untuk sampai di jalan makadam Desa Keboireng.Sempat beberapa kali motorku terjatuh lagi akibat terpeleset lumpur. Tak beberapa lama kemudian aku sampai di jalan makadam yang pada saat itu menjadi aliran air dadakan sehingga jalannya mirip dengan sungai. Motorku menjadi seperti perahu karet yang tengah bermain di arung jeram. Byuuuuurrrr...aku melintasi aliran air itu dengan menancap gas dalam-dalam sehingga motorku laksana membelah sebuah sungai.Rintangan belum berakhir di sini. Kali Klatak yang membelah Desa Kebo Ireng sedang murka dan memuntahkan airnya sampai ke rumah-rumah penduduk. Beberapa ruas jalan juga terkena imbasnya sehingga air tergenang sampai selutut. Ku lihat Kali Klatak waktu itu berarus sangat deras akibat hujan deras yang sejak siang tadi mengguyur kawasan ini. Mungkin jika dinilai dari grade sungai arung jeram, gradenya dapat mencapai grade yang ketiga!!Karena kelamaan menunggu air yang tak kunjung surut akupun nekat melaju tanpa memperdulikan resiko yang terjadi. Akhirnya...Brum Brummm...Glegek!! Knalpot motorku kemasukan air dan mogok di tengah jalan. Padahal kurang separo lagi aku berhasil melewati jalan yang banjir itu. Akupun lalu mendorong motorku ke tempat yang tidak tergenang air. Untungnya saja beberapa warga menolongku memperbaiki motorku yang mogok.Mereka mengangkat motorku dengan jumping style dan air yang masuk kedalam knalpot seketika langsung mengucur keluar. Setelah itu ku starter motorku dan Brrrumm brumm brummm! Berhasil!!Alhamdulillah..Akhirnya aku dapat kembali pulang ke rumah dengan membawa kisah pengalamanku yang sangat menantang di Desa Keboireng!!

Menyusuri hutan perawan Pantai Sanggar. Kesasar dan bertemu biawak besar!!

Ini adalah perjalanan ke-8 ku menuju Pantai Sanggar. Kali ini berbeda dari sebelumnya karena perjalananku tak ditemani oleh siapa-siapa alias seorang diri!! Aku sengaja sendirian menjelajah ke pantai yang konon sangat angker ini untuk menguji seberapa besar nyaliku. Aku yakin dengan niat yang bersih dan baik semuanya akan baik-baik saja. Rasa takut sesungguhnya dikendalikan oleh pikiran kita sendiri. Bila kita berpikir positif maka semua rasa takut akan bisa kita atasi. Namun kepada teman-teman yang belum pernah ke pantai ini jangan coba-coba pergi kesana seorang diri tanpa guide yang berpengalaman! Don't try this at that place! ok!!  (^_^). Singkat cerita, siang itu aku memulai perjalananku dari rumah Pak Bayan Bero pada pukul 13.00 WIB. Aku berpamitan kepada Pak Bero dan Istrinya dan berjanji insyaAllah akan balik pulang kerumah beliau sebelum maghrib. The adventure is begin!Aku menyusuri jalan perkampungan menuju ke jalur Semampir. Jalur yang umum dilewati oleh penduduk sekitar menuju pantai. Sebenarnya ada satu jalur lagi yaitu jalur susur sungai yang menembus hutan perawan menuju ke pantai. Namun dengan alasan keamanan dan resikonya sangat tinggi bila dibanding melalui jalur Semampir, aku akhirnya memilih jalur yang lebih safety. Tak lupa aku menghidupkan track GPS yang kubawa di sepanjang perjalanan. jarak sejauh 1,5 km harus kutempuh dengan jalan kaki menuju jalur semampir dari Rumah Pak Bero. Dan sejauh kurang lebih 2 km jalan yang harus kulewati menuju Pantai Sanggar. Di tengah perjalanan masih di perkampungan aku bertemu seorang bapak yang tinggi  besar yang menanyakan akan kemanakah diriku ini. Langsung ku jawab, " Mau ke pantai Pak". Beliau kemudian menimpali,"Hati-hati lo nak, di hutan sana sangat angker, apalagi sampeyan sendiri". Deghhhh tiba-tiba saja jantungku seakan berhenti mendengar jawaban dari bapak itu. Namun aku tidak boleh ciut nyali, karena ini semua demi Tugas Akhirku nanti. Aku terus melangkahkan kaki menuju arah hutan. Sesampainya di perladangan aku menemui jalur bercabang. Namun sepintas kulihat bahwa jalur yang satu merupakan jalur setapak yang rimbun dan lebih kecil daripada jalur setapak yang disebelah kiri. Aku kemudian mengambil keputusan untuk menuju jalur sebelah kiri. Tak kusadari bahwa jalur ini ternyata salah!!!! Seharusnya setelah perladangan jalan setapaknya turun menuju kedalam hutan. Namun jalur yang kulalui malah semakin terjal. Sebelumnya aku melewati sebuah jembatan kayu yang rapuh. Padahal sebelumnya aku tak pernah menjumpai adanya jembatan ini. Denyut jantungku makin cepat, aku mulai panik namun aku berusaha untuk mengontrol hal itu. Aku harus cepat mengambil keputusan karena jam tanganku sudah menunjukkan pukul 15.30 WIB. Jalan satu-satunya adalah aku kembali menuju ke perladangan tadi. Dan benar saja setelah aku kembali ke jalur awal, aku menemukan jalur utama menuju Pantai. Sial!!Jalurnya memang tidak kelihatan dan tertutup semak-semak. Aku memburu waktu dengan berjalan setengah berlari di dalam hutan itu. Didalam hutan ini vegetasinya sangatlah tertutup, didominasi oleh pepohonan besar bertipe hutan pantai yang tingginya kurang lebih mencapai 30an meter. Sesampainya di Pohon yang sangat besar tak lupa aku mengucapkan Salam. Assalamualaikum!! dan setelah itu wangi bunga puring semerbak menusuk hidungku. Aku harus tetap fokus dan menenangkan diri. Tidak boleh ngelamun dan positif thingking. Kulihat jalanan mulai datar dan sampailah pada jalur track sungai kering disebelah kananku. Alhamdulillah gelegar ombak Pantai Selatan menyambut kedatanganku di Pantai Ngelur pada pukul 16.00 WIB. Aku menarget sekitar setengah jam untuk memotret objek-objek yang dianggap perlu dan mengetrack panjang pantai menggunakan GPS. Pukul 16.30 aku harus kembali menuju perkampungan sebelum keadaan menjadi gelap gulita. Untuk menuju ke Pantai Sanggar aku harus berjalan lagi sekitar 300 meter melewati sebuah bukit. 10 menit kemudian aku sampai di pantai Sanggar dan bertemu dengan dua orang pemancing. Untung saja aku bertemu dengan mereka, karena pantai ini sangat sepi dan jarang orang mau mengunjungi di kala musim hujan seperti ini. Mereka berdua ternyata sudah dua hari menginap di pantai ini untuk mencari ikan. Wuihh benar-benar pemancing mania sejati!! Jam di HPku sudah menunjukkan setengah lima dan artinya aku sudah harus bergegas meninggalkan pantai ini. Aku menarget paling tidak pukul 17.30 WIB sudah harus sampai di perkampungan. Dengan langkah kaki yang sedikit dipaksakan setengah berlari aku menuju ke jalur semampir menembus lebatnya hutan lebat. Namun tiba-tiba saja...Wuuaaaaaa!! aku berteriak kaget setelah didepanku persis ada seekor biawak (varanus salvator) berukuran besar seperti anak komodo yang tiba-tiba muncul. Mungkin biawak itu juga kaget dengan keberadaanku dan segera berlari menjauh.Sedangkan diriku yang tersentak langsung berlari juga kebelakang. Anjritt!!Bikin jantung serasa copot aja tuh biawak. Untung nggak digigit! Setelah keadaan aman aku segera meneruskan perjalananku menuju ke peradaban karena hari semakin gelap. Hujan rintik-rintik menemani perjalananku menuju ke dusun. Kembali aroma wewangian bunga menggelitik hidungku. Namun aku harus tetap tenang. Sesampainya di Pohon Raksasa itu aku kembali mengucap salam. Ini menandakan bahwa tinggal sedikit lagi perjalananku menuju ke perladangan. Hanya tinggal naik 1 bukit yang terjal kemudian sampai. Alhamdulillah menjelang maghrib aku tiba di perkampungan. Orang-orang kampung terheran-heran melihat diriku yang baru saja datang dari arah pantai. Mereka banyak bertanya kepada diriku kok berani sekali memasuki hutan seorang diri. Malah kemudian aku ditawari untuk singgah sejenak di rumah penduduk. Aku hanya menjawab ringan, yang terpenting niat saya baik Pak, tidak ada maksud apa-apa kesana kecuali untuk penelitian. Aku dengan berat hati menolak tawaran mereka untuk singgah sejenak karena aku sudah berjanji akan pulang ke rumah Pak Bero sebelum Maghrib. Aku takut beliau menghawatirkanku dan mencariku. Dengan langkah yang gontai karena kelelahan, aku terus menyusuri jalanan perkampungan kecil itu. Setibanya di sebuah masjid aku singgah sejenak untuk menunaikan sholat maghrib. Setelah itu aku membeli es diwarung untuk melepas dahagaku. Alhamdulillah beberapa menit kemudian aku tiba di rumah Pak Bero. Beliau dari tadi memang sempat cemas menunggu kedatanganku. Takut ada apa-apa atau kesasar di hutan. Pada pukul 19.00 WIB aku berpamitan kepada beliau untuk pulang ke rumah. Di tengah perjalanan pulang lagi-lagi hujan sangat deras menerpaku. Aku akhirnya bisa memetik hikmah dari perjalananku ini yaitu bahwa jangan sekali-kali mengambil sebuah resiko besar untuk menjelajah seorang diri jika kamu tidak memiliki wawasan yang luas,pengalaman,nyali besar dan perencanaan yang matang.

Memburu sunrise di Pantai Sine, Pantai Matahari Terbit.

Siang itu Kota Tulungagung diterpa angin kencang dan hujan sangat deras sekali. Namun hal itu tak menyurutkan langkahku untuk menuju Pantai Sine di kawasan Kalidawir dalam rangka proyek penelitian tugas akhirku. Setelah peralatan lengkap dan semua barang sudah terbungkus safety di dalam tas yang tertutup coverbag, aku bersiap menaiki motor TVS kesayanganku untuk segera berangkat. Tak lupa rain coat bermotif tentara milik ayahku kupakai untuk melindungi dari derasnya hujan.Aku berencana untuk menginap semalam di dusun Sine, karena sangat penasaran apakah benar dari pantai ini bisa menyaksikan secara langsung terbitnya matahari. Motorku melaju perlahan di jalan raya yang sedang diguyur hujan deras. Aku harus sangat berhati-hati dan tidak boleh terlalu kencang mengendarainya.Motorku perlahan memasuki desa kalidawir. Beberapa kali aku harus bertanya kepada orang-orang dimanakah jalan akses menuju ke pantai Sine. Hujan deras masih menerpa tubuhku sehingga membuatku menggigil kedinginan. Aku harus kuat!!Walapun badai menerpaku, aku tak akan pernah menyurutkan langkah dan semangatku untuk mencapai tujuan. Motorku kemudian sampai di hutan perbukitan selatan Desa Kalidawir yang berarti sesaat lagi, aku akan tiba di Dusun Sine. Aku melihat ada sebuah bangunan mirip halte di tikungan menurun di sisi kiri jalan. Hmm ternyata itu adalah salah satu spot pengamatan untuk melihat pemandangan matahari terbit. Landskap yang begitu alami terhampar di pelupuk mataku. Deburan ombak pantai sine terlihat begitu dekat. Aku tak sabar untuk segera sampai kesana. Setibanya di perkampungan aku melihat ada sebuah portal dan pos kecil yang tampaknya digunakan untuk membeli tiket masuk ke Pantai ketika hari libur.Karena hujan kembali mengguyur dengan derasnya aku berteduh disana sesaat. Di sebelah pos yang kosong tersebut terdapat sebuah rumah penduduk. Aku memberanikan diri untuk menuju ke rumah itu untuk membagikan quesioner pertamaku di dusun ini.Rumah itu tampak sepi.Aku pun mengetuk pintunya beberapa kali. Dan keluarlah seorang ibu-ibu yang kemudian menyuruhku untuk masuk. Aku memperkenalkan diri dan memberi tahu maksudku untuk datang ke dusun ini. Lalu ibu tadi memanggil suaminya karena ia yang lebih tahu masalah informasi dusun ini. Kami kemudian berbincang bincang mengenai Pantai Sine kurang lebih setengah jam ditemani secangkir teh hangat. Hujan di luar sana masih deras. Aku harus segera mencari masjid terdekat untuk menunaikan sholat Ashar. Akhirnya aku memutuskan untuk berpamitan kepada sang pemilik rumah. Aku segera menancap gas untuk pergi menuju ke kampung Sine yang terletak di pinggir pantai. Aku lalu menemukan sebuah masjid dan singgah sejenak untuk menunaikan sholat ashar. Jam di Handphone ku sudah menunjukkan pukul 5 sore. Aku harus menemukan rumah  Kepala Dusun untuk mengurus ijin menginap di Dusun ini. Setelah berputar-putar mengelilingi kampung aku singgah di sebuah warung yang terletak di pinggir pantai untuk bertanya dimanakah rumah Bapak Kepala Dusun. Aku disambut dengan sangat ramah oleh bapak dan ibu pemilik warung. Kebetulan aku sangat lapar da aku membeli nasi dan beberapa makanan ringan disana. Aku sekalian membagikan quesioner kepada bapak pemilik warung. Kami mengobrol dengan hangat di malam itu, membicarakan mengenai seluk beluk Pantai Sine dan keadaan masyarakatnya. Sampai akhirnya beliau menawarkan diriku untuk menginap di rumah milik anaknya yang letaknya bersebelahan dengan warung itu. Alhamdulillah aku jadi tidak pusing memikirkan dimana tempat menginap malam ini. Memang pertolongan Allah datang tidak terduga. Aku sangat percaya dimana kita berada ketika kita menunjukkan kebaikan, keramahan dan sikap tulus kepada siapapun maka kebaikan akan datang kepada kita. setelah menunaikan sholat magrib dan isya di rumah bapak tersebut aku langsung menuju rumah bapak Tamiran,beliau adalah kepala dusun sine. sesampainya di rumah pak kadus aku berbincang-bincang kepada beliau mengenai maksud tujuanku datang ke dusun ini. selain itu aku juga memberi form quesioner kepada beliau dan bertanya tentang seluk beluk pantai sine,tentang berapa wisatawan yang datang perhari, fasilitas dan sebagainya. Setelah puas berbincang aku berpamitan kepada Bapak Kadus dan `menuju ke rumah Pak Sugeng untuk menumpang menginap semalam. Aku lalu disuruh oleh beliau untuk menginap di rumah anaknya yang berada tak jauh dari rumah beliau. Aku sebenarnya sangat sungkan namun rasanya tak enak juga menampik tawaran untuk menginap di rumah itu. Yahh daripada menginap di musholla sendirian.hehe..Alhamdulillah malam itu aku tidur dengan pulas, ditemani alunan ombak merdu Pantai Sine. Keesokan paginya aku  bangun pukul 05.00 WIB. Seketika aku keluar rumah untuk menyambut udara segar dan mengambil air wudhu. Seusai itu aku menunaikan sholat shubuh dan langsung menuju pantai untuk hunting sunrise. Inilah moment yang aku tunggu. Sunrise! Sebagai Pantai yang mendapat julukan Pantai Matahari Terbit tentunya membuat diriku penasaran. Bagaimana keindahan sunrise disini. Waktu itu menunjukkan pukul 05.15. Aku berjalan santai di atas pasir ke arah utara pantai, sembari menunggu datangnya sunrise. Beberapa pemandangan menarik aku dokumentasikan dalam potret kameraku. Tak lupa aku memetakan koordinat dan garis pantai tersebut melalui gps. Di ufuk timur, secercah cahaya kemilau mulai merangkak naik. Menyembul perlahan dari peraduannya  dan memancarkan senyumnya kepadaku. Aku langsung mengabadikan moment indah itu. Subhanallah, memang sunrise yang begitu indah. Tak kalah indahnya ketika menikmati sunrise di pantai-pantai Pulau Bali. Di tengah pantai, aku menemukan seekor ular laut (Lauticoda collubrina). Ular ini sangat berbisa, tingkat bisanya sampai 17 kali mematikan dengan bisa ular cobra. Aku kemudian menyingkirkannya menjauh ke tengah laut. Petualanganku kemudian kuakhiri. Aku sempat singgah di TPI untuk melihat-lihat ikan yang dijual. Lalu aku mengambil motorku dan kembali menuju rumah tercinta.

Arismaduta Juara 1 Kategori Pelajar Semarang Birdwatching Race 2009












slideshow

Fotoku

Fotoku
lagi ikut lomba birdwatching

Islamic Web Category

Powered By Blogger