Beranda

Monday, September 8, 2008

Aster, Bunga dengan Ragam Menawan











Keindahannya tentu tak asing lagi. Apalagi jika kita bicara soal ragam warna. Tak heran jika bunga satu ini menjadi pilihan untuk dijadikan bunga potong. Namun, ditanam di halaman rumah pun tak kalah oke.

Bunga potong seringkali hadir dalam berbagai kegiatan. Jenis bunganya pun beragam, sesuai tema acara. Bukan hanya jenis bunga, warna bunganya pun ikut berperan dalam menentukan jenis kegiatan. Untuk perayaan valentine misalnya, dicari warna bunga pink atau bisa juga merah. Sedangkan perayaan imlek, warna bunga merah amat menonjol.


Pada pesta pernikahan, muncul warna-warni bunga, seperti putih, merah, ungu, atau kuning. Untuk peristiwa kematian, butuh bunga ungu dan putih. Pesta ulang tahun atau peresmian kantor, serah terima jabatan, ataupun launching produk baru biasanya menggunakan bunga warna putih, merah, dan kuning.

Salah satu bunga yang sering digunakan untuk berbagai acara itu adalah bunga aster. Bunga satu ini punya keunggulan, karena bisa hadir hampir di setiap kegiatan atau acara. Mungkin itu karena bunga satu ini punya warna bermacam warna, bergantung jenisnya. Ragam warna bunga aster itu juga didukung oleh usaha mengintroduksi berbagai varietas dari Eropa dan Amerik
Mari kita simak jenis aster dengan warna bunganya: - Aster chinensis tipe Princes, warna bunga merah muda, biru muda, biru tua, kuning muda, dan putih. - Aster chinensis tipe Amerika, warna bunga biru, merah lembayung, merah muda, merah, dan putih. - Aster chinensis tipe Liliput, warna bunga putih, merah muda, merah tua, dan biru. - Aster chinensis tipe Giant Cornet, warna bunga merah muda, merah tua, dn putih - Aster novae-angliae, warna bunga violet muda. - Aster incisus, warna bunga violet dan kebiruan. MIRIP KRISAN Tanaman aster (Callistepus chinensis) yang banyak ditanam di negeri kita adalah aster Cina. Cina memang disebut-sebut sebagai negara nenek moyang tanaman aster. Tapi, konon nama aster berasal dari kata a star, yang artinya “bintang�. Kenapa? Barangkali karena penampilan sosok bunganya yang menyerupai bintang, mulai dari bulat sampai mirip cakram. Juga, helaian bunganya yang tersusun membentuk lingkaran. Sementara tangkai bunganya ada yang pendek, ada yang panjang. Pun ukuran bunga bervariasi berkisar diameter 4-7 cm. Sepintas, kadang kita rancu membedakan aster dengan krisan. Tampilan visualnya hampir sama. Namun, jika ditelusuri lebih cermat, kita akan tahu.
Daun aster berwarna hijau, berbentuk lanset, tidak lebar, dan tepi daun agak bergigi. Tinggi tanaman juga bervariasi, tergantung varietasnya, yakni sekitar 20 cm (Aster tipe Liliput) hingga 75 cm (Aster Amerika). Tanaman ini tumbuh merumpun dan bercabang. Daerah yang ideal untuk bertanam aster adalah daerah pegunungan. Namun tidak tertutup kemungkinan, di daratan rendah pun aster bisa tumbuh. Aster sendiri menyukai tempat yang terbuka. Itu berarti, aster yang biasanya dijadikan bunga potong (cut flower) bisa tampil cantik sebagai penghias halaman rumah.

BIBIT DAN TANAM

Datanglah ke toko atau kios pertanian terdekat. Di sana, Anda bisa membeli biji-biji aster dalam kemasan. Sebelum biji-biji tersebut ditabur, sediakan bak persemaian yang telah diisi media tanam. Media tanamnya berupa campuran tanah halus, pasir dan kompos (1 : 1 : 1). Siram air hingga lembap. Buatkan larikan dalam bak persemaian, lalu sebar biji-biji tersebut. Tutup dengan tanah. Tak lama, biji-biji pun akan berkecambah, dan akhirnya kita akan mendapatkan bibit aster. Jika bibit aster memiliki daun 4 - 5 helai dan tingginya 10 - 15 cm, itu berarti aster siap ditanam di halaman.
Tanah halaman pun perlu diolah. Cangkul dan biarkan selama sekitar 2 minggu, lalu cangkul lagi. Buatkan bedengan dengan ukuran lebar 100 - 200 cm, lalu taburkan pupuk kandang di atas bedengan sebanyak 2 kg per meter persegi. Kini, saatnya bibit ditanam. Caranya, buat lubang tanam, lalu bibit ditanam secara tegak pada lubang tersebut. Padatkan tanah di sekitar lubang tersebut, dan pasang penyangga bambu. Waktu tanam biasanya sore hari pada musim penghujan.

Langkah berikutnya adalah perawatan. Pemupukan dilakukan sebulan sekali. Gunakan pupuk NPK (15 : 15 : 15) sebanyak 1 sendok makan (10 gr) per rumpun. Cara pemupukan, masukkan dalam larikan, dengan jarak 10 - 15 cm dari batang tanaman, lalu bumbun lagi. Oh ya, jangan lupa melakukan pemangkasan pucuk (pinching). Ini dimaksudkan untuk merangsang pertumbuhan kuncup-kuncup. Dari kuncup-kuncup tersebut akan tumbuh dan berkembang menjadi cabang-cabang samping.

Cara pemangkasan pucuk, pangkaslah kuncup terminal pada tanaman yang tingginya sudah mencapai lebih dari 15 cm atau berumur 3 bulan sejak tanam, dengan kondisi memiliki minimal 3 - 4 pasang daun. Biarkan bekas pangkasan beberapa saat hingga tumbuh tunas-tunas baru. Kemudian teruskan dengan pemangkasan berikutnya, ketika tunas-tunas baru telah tumbuh sekitar 15 - 20 cm. Demikian seterusnya, dan pemangkasan dihentikan bila tanaman aster mulai membentuk bakal bunga.

AWAS MINIRDER DAN PHYTHOPTHORA
Seringkali, tanaman aster mati gara-gara serangan hama. Sebut saja hama ulat minirder. Hama ini termasuk kurang ajar juga. Dia suka bikin lorong-lorong berliku pada daun. Lama-kelamaan, daun pun akan kering dan rontok. Akibat rontoknya daun, proses pembuangan pun amat terganggu. Apa yang bisa dilakukan? Jika serangannya sudah menghebat, semprot dengan insektisida, seperti Curacron 500EC atau Decis 2,5 EC. Tanaman aster juga sering terjangkit penyakit busuk daun. Penyebabnya jelas, cendawan Phythopthora sp. Semula, cendawan ini menghabisi daun-daun aster, lalu daun tersebut mengering, dan muncul warna cokelat sampai hitam. Celakanya, tanaman bisa menjadi layu, dan akhirnya mati.

Untuk mengatasinya, secara preventif, jagalah kondisi ideal sekitar tanaman aster. Misalnya pembuangan air lancar, tidak terlalu lebat, dan tidak lembap. Kalau tingkat serangan cendawan ini masih dini, potong bagian tanaman yang terserang, kemudian dibuang atau dibakar. Lain halnya jika serangan Phythopthora semakin membabi buta. Segera semprot dengan fungisida. Ada beberapa merek yang mudah didapatkan, seperti Dithane M-45, Scrobat 50WP, atau Kocide 77WP.

PETIK BUNGA DAN MENJAGA KESEGARAN

Kapan kita bisa mulai memetik bunga aster? Biasanya, pada umur 3 - 4 bulan bunga aster sudah dapat dipetik. Tapi, tentu tidak asal petik. Ada aturan mainnya. Idealnya, pemetikan dilakukan 3 hari sebelum bunga mekar penuh atau saat kuntum bunga setengah mekar. Lakukan pemetikan saat cuaca cerah, bisa pagi atau menjelang sore. Untuk memetik, gunakan gunting pangkas. Caranya, pangkas tangkai bunga sepanjang 50 - 70 cm, atau bergantung varietasnya. Yang perlu diingat, kualitas aster bunga potong sangat ditentukan oleh penampakan yang memikat. Sementara kesegaran setelah dipotong dibatasi oleh waktu. Jadi, apa yang bisa dilakukan? Kesegaran bunga sangat ditentukan oleh sumber makanan dan antimikroba. Untuk sumber makanan, bisa disediakan gula pasir. Gula tersebut harus bersih dengan kadar padatan terlarut sekitar 98 persen. Kadar ini menunjukkan kandungan sukrosa di dalamnya. Contoh antimikroba antara lain hidrokuinon, hidrokuinolin sulfat, hidrokuinolin sitrat, phisan, perak nitrat, atau perak tiosulfat. Jadi, jika kita ingin memajang aster di ruang tamu, kebutuhan sukrosanya hanya 3 - 5 persen. Artinya, larutkan 3 - 5 gr gula pasir dalam 100 mil air, dan rendam bunga aster dalam larutan tersebut. Anda juga bisa membeli pengawet komersial, seperti Florissant dan Chrysal AVB. Jadi, jika tadinya aster hanya mampu bertahan seminggu, setelah diberi sumber makanan, kesegarannya akan bertambah minimal seminggu lagi.

Nova, EDISI NO. 786 / XVI / 23-30 3 2003

3 comments:

  1. Sinopsis buku tanaman hias terbaru – “Pachypodium”, terbitan Gramedia Pustaka Utama

    Judul buku: Pachypodium - Panduan Lengkap Merawat dan Membudidayakan Pachypodium Anda agar Tumbuh Prima
    Jumlah halaman: 126 halaman
    Pengarang: Haryo Bagus Handoko
    *) Penulis adalah juga pengurus komunitas penulis Forum Penulis Kota Malang (http://www.fpkm.org)
    Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
    Cetakan : Pertama, Agustus 2008

    Bisa dibeli di toko-toko buku terdekat di kota Anda.
    Available in http://www.gramedia.com & http://togamas.co.id

    Pachypodium Tanaman Purba yang Langka nan Eksotis

    Tanaman hias Pachypodium sebenarnya pernah populer di Indonesia sekitar era tahun 1990-an. Namun entah mengapa baru pada awal tahun 2007 minat terhadap tanaman ini kembali marak. Padahal di luar negeri, sudah lebih dari seratus tahun, para peneliti maupun para hobiis dan kolektor tanaman langka memburu dan mengkoleksi tanaman yang terancam punah ini. Pachypodium yang konon dipercaya sudah hidup sejak jutaan tahun lalu sebelum era jaman kapur, merupakan tanaman yang secara fleksibel terus berevolusi dan menyesuaikan diri terhadap habitat di mana ia tumbuh. Sisa tanaman purba yang tetap bisa bertahan hidup dan lestari hingga sekarang ini telah menarik minat para peneliti maupun para kolektor tanaman langka sejak akhir abad ke-18. Spesies-spesies baru Pachypodium terus bermunculan, karena evolusi yang terjadi pada tanaman ini terus melahirkan spesies-spesies maupun hibrida-hibrida baru, tidak hanya di habitat aslinya di Madagaskar, namun juga di berbagai belahan benua di mana tanaman ini dapat tumbuh dan berevolusi. Konon masih ratusan spesies tanaman Pachypodium yang belum teridentifikasi maupun terklasifikasi, sementara baru sekitar 25 spesies saja yang dikenal secara luas di dunia. Di Indonesia, yang baru mengenal tanaman ini sejak era tahun 1990-an, spesies-spesies yang dibudidayakan masih terbatas (sekitar kurang lebih 15 species yang beredar/dijumpai di Indonesia) karena kesesuaian syarat tumbuh maupun terhambat masalah proteksi yang diberlakukan di negara asalnya, yaitu Madagaskar, maupun negara-negara lain di Afrika Selatan. Walau demikian beberapa spesies tanaman Pachypodium telah menarik perhatian para pecinta tanaman hias di Indonesia karena bentuk bonggolnya yang ditumbuhi duri serta bentuk daun maupun bunganya yang cantik.
    Buku yang sederhana ini mencoba mengupas berbagai hal di balik budidaya dan perawatan tanaman Pachypodium. Kehadiran buku ini diharapkan dapat menambah wawasan maupun mengobati rasa penasaran para pecinta Pachypodium untuk mengenal lebih jauh jenis-jenis yang ada dan belajar lebih banyak mengenai bagaimana cara budidaya dan perawatannya.
    Pachypodium merupakan tanaman asli (tanaman endemik) di Pulau Madagaskar maupun Afrika bagian selatan seperti Angola, Botswana, Mozambique, Namibia, Afrika Selatan, Swaziland, dan Zimbabwe. Walau banyak orang menganggap bahwa Pachypodium serupa dengan tanaman kaktus, dan bahkan ada pula yang menganggapnya tergolong tanaman hias palem. Beberapa orang Eropa bahkan menjuluki tanaman yang satu ini dengan sebutan Madagascar palm atau palem dari Madagaskar. Tentu saja hal ini salah kaprah. Sesungguhnya tanaman hias Pachypodium masih terhitung kerabat dekat tanaman Adenium. Hal ini karena Family Apocynaceae memiliki tiga genera (genus) yang dapat digolongkan sebagai tanaman sukulen, yaitu Adenium, Pachypodium dan Plumeria (pohon Kamboja). Maka sungguh tak mengherankan bahwa penampakan morfologis Pachypodium ini mirip sekali dengan Adenium, mulai dari batang, daun, maupun bunganya, walau secara fisiologis serta dalam beberapa hal, Pachypodium memiliki sifat khusus yang membedakannya dengan tanaman Adenium.
    Di masa lalu, klasifikasi tanaman Pachypodium sempat menjadi bahan perdebatan dalam genus mana ia harus digolongkan. Beberapa ahli ada yang menggolongkan tanaman purba ini dalam genus Echites sementara yang lain beranggapan bahwa tanaman ini sebaiknya diklasifikasikan dalam genus yang berbeda atau pun genus yang baru. Akhirnya pada tahun 1830, atas inisiatif Leandley, tanaman ini disepakati untuk digolongkan sebagai genus yang unik terpisah dari genus Echites, yaitu genus Pachypodium. Perdebatan masih terus berlanjut seputar spesies-spesies unik Pachypodium yang ditemukan di belahan selatan benua Afrika. Pada tahun 1892, Baker menemukan bahwa spesies-spesies unik sebetulnya lebih banyak ditemukan di sisa pecahan benua kuno, yaitu di Pulau Madagaskar dan akhirnya penelitian mengenai tanaman Pachypodium mulai terfokus pada spesies-spesies yang ada di Pulau Madagaskar sehingga penelitian mengenai Pachypodium mulai terfokus pada spesies-spesies yang ada di Pulau Madagaskar hingga pada sekitar tahun 1907, Constantin dan Bois – dua orang peneliti tanaman mulai membuat monograf pertama (peta lokasi habitat dan persebaran spesies-spesies Pachypodium lengkap dengan klasifikasinya) yang saat itu sudah ditemukan sekitar 17 spesies Pachypodium, dimana 10 spesies berasal dari Madagaskar sementara 7 lainnya dari berbagai lokasi yang ada di benua Afrika. Monograf ini mirip dengan monograf yang pernah dibuat oleh Alexander von Humboldt, seorang ahli biologi yang pernah membuat monograf berbagai jenis flora dan fauna yang ada di Pulau Galapagos, seperti yang pernah dilakukan pula oleh Charles Darwin untuk berbagai spesies flora dan fauna yang ada di Pulau Galapagos. Bahkan Pulau Madagaskar dipercaya lebih mempunyai keanekaragaman flora dan fauna dibanding Pulau Galapagos yang sama-sama merupakan sisa-sisa peninggalan atau pecahan benua kuno.
    Tanaman Pachypodium hadir dengan pesona yang mengagumkan, seakan merangkum pesona keindahan bunga dan batang Adenium sekaligus pesona duri unik dari Euphorbia sebagai tanaman hias berduri. Walau sosok tanaman Pachypodium tampak cantik, namun tanaman ini hanya bisa difungsikan sebagai tanaman hias dan tidak bisa dimakan, karena seluruh bagian tanaman, terutama getahnya sangat beracun. Getahnya yang beracun bisa menimbulkan iritasi pada kulit bila terkena tangan, dan bahkan bisa menyebabkan kebutaan bila getah tersebut sampai terkena mata. Getah Pachypodium yang beracun, di Afrika bahkan bisa dimanfaatkan untuk membalur ujung mata panah atau mata tombak untuk keperluan berburu. Durinya juga cukup beracun dan dapat menyebabkan iritasi pada kulit bila tangan kita sampai tertusuk oleh duri tersebut. Nama Pachypodium sendiri berasal bahasa latin yang berarti si kaki gemuk (pachy = gemuk , podium = kaki). Semua tanaman Pachypodium merupakan jenis tanaman sukulen yang batangnya berbonggol gemuk (pachycaule) serta memiliki duri hampir di sekujur bagian tubuhnya. Kedua ciri utama ini merupakan adaptasi Pachypodium terhadap lingkungan habitat aslinya di Afrika yang beriklim gurun (arida) yang kering, serta bersuhu ekstrim di mana perbedaan suhu antara siang dan malam sangat fluktuatif. Di Afrika dan Madagaskar, tempat tanaman ini berasal, Pachypodium biasa tumbuh di bebatuan yang ada di lereng-lereng pegunungan kapur, atau tebing-tebing cadas berbatuan granit yang curam, karang terjal, dan bukit atau tebing berbatuan kuarsa (quartzite). Kemampuan adaptasi secara fleksibel inilah yang membuat spesies-spesies Pachypodium mampu bertahan hidup dan terus lestari hingga sekarang sejak jutaan tahun yang lalu (diduga sudah ada sejak akhir jaman Triasik – antara 160 juta hingga 230 juta tahun yang lalu). Walau begitu, anehnya hingga saat ini belum ditemukan satu pun fosil spesies tanaman Pachypodium, padahal Pachypodium diduga sudah ada sejak daratan Afrika dan Pulau Madagaskar bersatu dalam sebuah benua kuno yang bernama Gondwana di akhir jaman Triasik. Gondwana adalah sebuah benua kuno berukuran raksasa di mana saat itu benua Afrika, Pulau Madagaskar, India, benua Amerika bagian selatan, benua Australia, New Zealand, dan Antartika masih bersatu dalam satu daratan. Pada saat itu Pulau Madagaskar bersambungan langsung dengan bagian selatan daratan benua Afrika yang sekarang, dan juga daratan India yang sekarang merupakan semenanjung India (Peninsular India). Setelah benua kuno – Gondwana, tersebut pecah (yang terjadi pada akhir jaman Cretaceous / jaman kapur – 90 hingga 88 juta tahun yang lalu), akibat pergerakan lempeng tektonik bumi, Pulau Madagaskar yang saat itu masih bersatu dengan daratan India serta benua-benua lain seperti Afrika, Amerika, Australia, dan Antartika memisah. Selama berjuta tahun, Pulau Madagaskar dan daratan India kuno bersatu dalam benua kecil (pulau besar) yang terisolir. Hingga akhirnya pada sekitar 88 juta tahun yang lalu, Madagaskar dan India yang tadinya bersatu dalam satu daratan kemudian memisah. Daratan India kemudian bersatu dengan benua Asia hingga sekarang. Itulah sebabnya tanaman Pachypodium masih terus lestari yang bertahan hidup hingga sekarang dan paling banyak dijumpai tumbuh di Pulau Madagaskar. Tanaman ini telah melewati berbagai tahap adaptasi dan evolusi selama jutaan tahun hingga tetap hidup lestari hingga sekarang. Walau banyak orang mengemukakan bahwa Pachypodium adalah tanaman endemik Afrika dan Pulau Madagaskar, namun beberapa spesies baru maupun spesies yang belum dikenal, banyak bertebaran di India, Amerika dan Australia. Hal ini tidak mengherankan, karena jutaan tahun yang lalu, Afrika, Madagaskar, India, Amerika dan Australia adalah tergabung dalam satu daratan atau benua kuno yang bernama Gondwana. Di Afrika dan Madagaskar sendiri hingga saat ini, masih ratusan jenis Pachypodium liar yang masih belum dikenal dan juga belum teridentifikasi atau pun diklasifikasi. Jadi penyebaran tanaman Pachypodium mungkin sudah terjadi sejak jutaan tahun yang lalu. Itulah sebabnya, spesies-spesies Pachypodium tidak hanya dijumpai di daratan Afrika dan Pulau Madagaskar saja, namun juga dijumpai di gurun-gurun pasir yang ada di India, Amerika dan Australia. Bukan hanya spesies-spesies tanaman saja yang mirip antara yang ada di Madagaskar dan di India, spesies-spesies hewan yang ada di Madagaskar, beberapa jenis juga bisa dijumpai di India.
    Di masa sekarang, dalam perkembangan selanjutnya, tanaman Pachypodium kemudian menyebar dari Afrika ke seluruh penjuru dunia, termasuk Eropa, dan Asia. Di Eropa yang beriklim subtropis, umumnya tanaman ini dibudidayakan dalam rumah kaca dengan pengaturan mikroklimat dan juga media tanam yang diatur semirip mungkin dengan habitat aslinya di Afrika. Pachypodium berasal dari kerabat atau Famili Apocynaceae atau di beberapa negara barat biasa dikenal dengan kerabat tanaman Periwinkle (Catharantus roseus). Beberapa tanaman yang berasal dari famili Apocynaceae dan cukup dikenal antara lain adalah Periwinkle (Catharantus roseus), Adenium (Adenium sp) atau biasa disebut mawar gurun / desert rose, kamboja (Plumeria sp) dan Oleander (Oleander sp). Pachypodium banyak tumbuh dan dijumpai di Benua Afrika dan Pulau Madagaskar. Di daratan Afrika terdapat 4 spesies utama Pachypodium yang berasal dari daratan benua Afrika yaitu Pachypodium succulentum, Pachypodium bispinosum, Pachypodium namaquanum dan Pachypodium lealii. Juga terdapat pula sebuah subspesies yang dikenal dengan Pachypodium lealii Saundersii. Semuanya tumbuh dengan baik di bagian selatan benua Afrika, khususnya di Afrika Selatan. Sedangkan jenis-jenis Pachypodium yang lain (sekitar 20 spesies) merupakan tanaman asli Pulau Madagaskar, sebuah pulau kecil yang berdekatan dengan benua Afrika. Tanaman ini sering disamakan dengan tanaman kaktus, walau tanaman ini termasuk tanaman sukulen. Memang tanaman kaktus termasuk tanaman sukulen, tetapi tidak semua tanaman sukulen adalah tanaman kaktus. Tanaman ini semakin digalakkan budidayanya di habitat aslinya di Madagaskar mengingat semakin berkurangnya hutan di pulau tersebut dalam beberapa ratus tahun terakhir, yang mengakibatkan spesies Pachypodium ini termasuk dalam kategori tanaman langka yang dilindungi karena hampir punah. Penelitian terhadap tanaman Pachypodium sudah berjalan sejak lebih dari seratus tahun lalu, di mana pemerintah Madagaskar telah bekerja sama dengan begitu banyak instansi dan lembaga penelitian baik di dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri. Tanaman Pachypodium sendiri bahkan juga digolongkan sebagai salah satu tanaman langka dunia dan terdaftar dalam appendiks 1 indeks CITES (The Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora), yaitu daftar tanaman langka dunia yang dilindungi.
    Di Asia, termasuk Indonesia yang beriklim tropis, tanaman ini mulai dikenal di awal tahun 90-an dan terus dikembangkan hingga saat ini. Beberapa hobiis tidak hanya mengimpor biji-biji Pachypodium dari Afrika Selatan melalui Thailand, namun ada pula yang mengimpor komoditi ini dalam bentuk jadi. Tujuannya tak lain adalah untuk membudidayakan dan mengintroduksi tanaman ini untuk lebih dikembangkan di tanah air. Baru pada sekitar awal tahun 2007 mulai banyak para hobiis dan nurseri-nurseri di Indonesia yang mengimpor biji, maupun tanaman dewasa Pachypodium berbagai spesies dari Afrika, Thailand, Jerman, Perancis, Australia dan bahkan dari Amerika, karena tanaman ini kembali digemari para pecinta tanaman hias. Dalam buku terbaru yang membahas tentang tanaman Pachypodium ini, akan banyak dijumpai berbagai informasi terbaru mengenai bagaimana teknik budidaya yang baik, trik merangsang tanaman Pachypodium agar tumbuh menjadi tanaman yang kristata maupun varigata, serta trik bagaimana menstimulasi agar tanaman Pachypodium cepat berbunga. Teknik-teknik rahasia ini belum pernah dibahas sebelumnya dalam buku-buku yang lain. Hanya buku Pachypodium terbitan Gramedia Pustaka Utama inilah yang menyajikan berbagai informasi terlengkap dan terakurat yang bisa Anda dapatkan. Buku ini bisa diperoleh di toko-toko buku terdekat, terutama di toko buku Gramedia dan juga toko buku TogaMas.

    ---------------------------------------------------------------------------------------------

    Telah terbit, buku hobi tanaman hias yang mengulas tuntas tanaman langka purba yang hampir punah, yang berjudul "PACHYPODIUM". Buku ini ditulis oleh Haryo Bagus Handoko, seorang alumni fakultas pertanian Universitas Brawijaya - Malang yang selain profesinya sebagai penulis juga seorang peminat tanaman hias. Tanaman purba yang bernama "Pachypodium" ini sebenarnya sudah ada sejak jaman prasejarah, jutaan tahun yang lalu, dan uniknya tetap bertahan lestari hingga sekarang. Oleh karena kelangkaan dan keunikannya itulah, maka tanaman ini banyak diburu dan dicari oleh para kolektor dan pecinta tanaman hias. Bahkan tanaman yang sudah dewasa harganya bisa mencapai jutaan rupiah. Kalau pamor dan pesona tanaman hias gelombang cinta saja yang terbukti mendulang rupiah, maka tidak diragukan lagi bahwa tanaman Pachypodium ini juga menjanjikan rupiah yang tidak sedikit. Bahkan saking larisnya, tanaman yang berasal dari habitat aslinya di benua Afrika ini telah tercatat sebagai tanaman langka dunia yang harus dilindungi, hingga tindakan penyelundupan bibit maupun bijinya keluar dari Afrika saat ini bisa diancam dengan hukuman berat. Dengan kondisi yang demikian inilah, nilai jual tanaman hias ini semakin melambung tinggi, karena semakin langka dan semakin jarang dijumpai. Namun untunglah, beberapa nurseri dan rumah pembibitan tanaman hias terkemuka di Indonesia sudah berhasil menangkarkan dan memperbanyak tanaman ini hingga kita para pecinta tanaman hias di Indonesia pun dapat turut menikmati keindahan tanaman eksotis nan langka ini. Tanaman Pachypodium yang ada di Indonesia biasanya didatangkan tidak langsung dari Afrika, melainkan melalui negara lain (negara perantara) seperti misalnya Thailand, Taiwan, Australia, hingga Amerika. Bila Anda penasaran untuk mengetahui lebih jauh mengenai bagaimana budidaya tanaman unik ini serta perawatannya, sudah seharusnya Anda memiliki buku yang satu ini. Karena begitu banyak buku yang membahas mengenai Pachypodium yang beredar di pasaran, sebaiknya Anda pintar-pintar memilih, karena tidak semuanya menyajikan informasi yang lengkap dan tuntas. Hanya buku tanaman hias "Pachypodium" tulisan Haryo Bagus Handoko yang diterbitkan oleh penerbit Gramedia Pustaka Utama yang menyajikan informasi terlengkap beserta foto-foto ilustrasi yang cantik, dan tentu saja buku ini bisa diperoleh dengan mudah di toko-toko buku yang ada di kota Anda dengan harga yang relatif terjangkau. Istimewanya lagi, di halaman lampiran buku hobi tanaman hias ini, terdapat pula daftar penjual bibit Pachypodium, biji Pachypodium, hingga berbagai jenis Pachypodium langka dan juga berbagai jenis Pachypodium unik yang mengalami kelainan mutasi genetik sehingga bentuknya menjadi semakin cantik dan menarik. Untuk lebih jelasnya, Anda bisa memperolehnya langsung di toko buku terdekat.
    Anda bahkan dapat juga membelinya di situs-situs toko buku di internet, baik di situs toko buku Gramedia maupun di situs-situs toko buku yang lain, karena buku ini sudah terdistribusi secara luas di seluruh Indonesia. Bila Anda kesulitan memperoleh atau mendapatkan buku ini di pasaran, Anda bisa menghubungi penulis atau langsung ke penerbit Gramedia Pustaka Utama.

    Profil singkat mengenai tanaman hias Pachypodium bisa Anda baca di blog PACHYPODIUM INDONESIA, yang beralamat di:
    http://pachypodium-indonesia.blogspot.com

    Atau masuk melalui blog penulisnya, lalu pilih kategori "tanaman hias", Anda akan masuk ke dalam situs PACHYPODIUM INDONESIA
    http://www.haryobagushandoko.co.cc

    Bila ingin memesan dalam jumlah banyak, Anda bisa menghubungi langsung GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA. (http://www.gramedia.com)

    Yang bisa dihubungi:
    Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama
    Gedung Gramedia, Lantai 2 & 3. Jl. Palmerah Barat 33-37, Jakarta 10270 - Indonesia.
    Telp. +62-(021) 53677834 (hunting) pesawat 3201, 3211, 3273, 3253, 3256, 3258.
    Fax. +62-(021) 5300545, 5360315, 5360316

    Kantor Perwakilan:

    Surabaya: Jl. Berbek Industri I No. 29-31, Waru, Sidoarjo 60293. Telp. (031) 8483033/34/35/36.
    Fax. (031)8483032

    Yogyakarta: Jl. Sudarsan Cakra No. 197, Maguwoharjo, Depok, Sleman. Yogyakarta 55282.
    Telp. (0274)885030, 887329. Fax. (0274)887618.

    Pekanbaru: Jl. Ronggowarsito Ujung 13B. Gobah, Pekanbaru 28132. Telp (0761)7052400. Fax. (0761)47352.

    Bandung: Graha Kompas Gramedia Lantai 4, Jl. Martadinata/Riau No. 46, Bandung 40115. Telp. (022) 4203623, 4262924 ext 7411, 7410. Fax. (022)

    ReplyDelete
  2. Bunga aster lambang kesederhanaan,keceriaan,kebahagiaan. Thx 4 share.

    ReplyDelete

Untuk siapa saja yang mengunjungi blog ini silahkan beri komentar, kritik, atau saran demi perbaikan blog supaya lebih bagus hasilnya kedepan.
Terimakasih.

slideshow

Fotoku

Fotoku
lagi ikut lomba birdwatching

Islamic Web Category

Powered By Blogger