Beranda

Saturday, March 13, 2010

Kucing Bakau, Adakah Keberadaannya di Indonesia??

Kucing Bakau (Prionailurus viverrinus)

Misteri Keberadaan Kucing Bakau di Indonesia

Investigasi terbaru menyatakan kucing bakau harus dicoret dari daftar jenis satwa Sumatera. Dengan demikian, di Indonesia, tinggal Pulau Jawa saja yang menyimpan harapan bagi keberadaan jenis kucing langka ini. Namun, masihkah harapan itu terjaga?

Mungkin tak banyak yang tahu bahwa selain memiliki harimau, Indonesia juga memiliki beberapa jenis kucing hutan alias kucing liar lain yang tak kalah menarik. Salah satunya adalah kucing bakau yang dikenal di dunia dengan dengan nama Inggris fishing cat atau dengan nama ilmiah Prionailurus viverrinus. Sebutan nama latin demikian diberikan karena jenis kucing ini mirip dengan musang (keluarga Viverridae). Berbeda dengan kebanyakan kucing hutan lainnya, kucing kecil bercorak totol memanjang ini sangat menyukai perairan, khususnya daerah pantai. Iapun dikenal piawai memburu ikan dan satwa perairan lainnya untuk dimangsa.


Terkecoh

Di Indonesia, kucing bakau selama ini diketahui hidup di sepanjang pantai utara Jawa Barat dan pantai timur Sumatera. Hal itu telah banyak dituliskan di berbagai publikasi dan laporan. Namun, siapa nyana, keberadaan kucing bertubuh kekar ini di Sumatera ternyata tidak didukung bukti otentik.


Mungkin karena langka, tak banyak yang dapat mengenali jenis kucing ini dengan baik. Akibatnya, para pemburu dan peneliti pun kerap terkecoh. Catatan keberadaan kucing bakau di Sumatera sepertinya berawal pada tahun 1930-an. Ketika itu, berdasarkan informasi dari seorang pemburu bernama Mr. Pieters, naturalis H. C. Delsman menyebutkan bahwa selain di Jawa, kucing bakau juga sering terlihat di daerah Sumatera. Meski tidak disertai bukti meyakinkan, keberadaan kucing bakau di Sumatera tidak pernah ada yang meragukan.

Alasannya antara lain, kucing tersebut ditemukan di daratan utama Asia hingga ke semenanjung Malaysia dan juga di Jawa.

Ternyata tak ada bukti nyata yang menunjukkan keberadaan kucing itu di Sumatera hingga kini. Dari sekian banyak spesimen museum untuk jenis kucing ini, tak satupun berasal dari Sumatera. Sementara itu, ratusan ribu foto jepretan kamera otomatis yang dipasang berbagai pihak di Sumatera, tidak satupun yang menunjukkan keberadaan kucing ini. Beberapa foto yang awalnya diidentifikasi sebagai jenis ini, setelah diteliti ulang, terbukti sebagai jenis kucing congkok (Prionailurus bengalensis). Berbeda dengan kucing bakau, kucing congkok tampak lebih kerempeng, warna tubuh lebih cerah, dengan bagian bawah perut yang umumnya berwarna putih, serta ekor yang lebih panjang. Kucing congkok jauh lebih mudah ditemukan karena jenis ini dapat bertahan hidup di hutan yang rusak maupun perkebunan, bahkan di sekitar perkampungan.

Itulah intisari laporan investigasi James Sanderson, ahli kucing hutan dunia, yang dimuat di Majalah Cat News edisi teranyar yang dirilis oleh IUCN Cat Specialist Group akhir Juli 2009. Majalah Cat News dapat diakses melalui situs web http://www.catsg.org.


Keragaman satwa

Sebagai negeri tropis yang (pernah) memiliki hutan luas, Indonesia dikenal kaya dengan aneka ragam jenis biota, termasuk jenis-jenis kucing hutan. Sembilan jenis kucing hutan tercatat penyebarannya di Indonesia. Mereka adalah harimau (Panthera tigris), kucing merah (Felis badia), macan dahan (Neofelis diardi), kucing emas (Catopuma temmincki), kucing dampak (Prionailurus planiceps), kucing bakau (Prionailurus viverrinus), kucing batu (Pardofelis marmorata), macan tutul/kumbang (Panthera pardus), dan kucing congkok (Prionailurus bengalensis). Semuanya dilindungi berdasarkan undang-undang.

Selain kaya spesies, struktur kepulauan dan isolasi geografis juga menyebabkan tingginya keragaman pada tingkat subspesies. Sebagai contoh, untuk harimau saja kita pernah punya tiga subspesies, meski kini hanya tinggal satu yang masih bertahan hidup.

Berbeda dengan keragaman satwa pada umumnya, keragaman jenis karnivora bukanlah sesuatu yang dapat dianggap biasa. Pasalnya, dalam piramida makanan, kucing menempati posisi puncak. Sebagai karnivora, kehidupan kucing sangat tergantung pada, dan sebaliknya juga turut menentukan, kehidupan satwa lain yang menjadi mangsanya. Tanpa adanya keragaman dan kelimpahan jenis satwa mangsa yang dapat mendukung kehidupan mereka, masing-masing jenis kucing tersebut tentu tidak akan dapat bertahan hidup. Kekayaan jenis kucing di suatu wilayah, selain mengindikasikan kekayaan ragam biota, juga berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem.

Di antara tiga pulau utama tempat hidupnya kucing hutan di Indonesia — Sumatera, Jawa, dan Kalimantan— masingmasing memiliki keunikan tersendiri. Dengan enam jenis kucing yang pasti masih bertahan hidup hingga kini, Sumatera merupakan pulau terkaya dalam hal jenis kucing yang ada. Kalimantan memiliki lima jenis kucing; dan Jawa, dengan musnahnya harimau di sana, kini hanya mencatat tiga jenis, yakni macan tutul, kucing congkok dan kucing bakau (lihat tabel). Kucing hutan tidak hidup di wilayah Indonesia bagian timur.

Kekayaan jenis kucing di Sumatera secara umum dapat dengan mudah diterima logika biogeografis karena selain pulau tersebut berukuran besar dengan hutan yang (dulu) cukup luas, Sumatera juga relatif dekat dengan daratan utama Asia. Namun, masih banyak misteri yang belum terungkap terkait dengan sebaran jenis-jenis satwa baik pada skala luas di pulau-pulau Indonesia maupun pada berbagai tipe habitat yang ada.

Dengan dicoretnya kucing bakau dari Sumatera, misteri pun bertambah satu lagi. Jika diasumsikan kucing bakau berasal dari daratan utama Asia, bagaimana mungkin dia tersebar hingga ke Jawa namun tanpa singgah di Sumatera. Pertanyaan serupa telah lama menjadi misteri dengan absennya macan tutul di Sumatera dan belum ada satu penjelasan ilmiah tunggal yang dapat menjelaskan misteri tersebut.

Bahwa kucing bakau (pernah) hidup di Jawa memang tidak diragukan. Namun, sejak tahun 90-an, status kucing spesialis penghuni kawasan perairan di pantura ini telah dinyatakan kritis. Masihkah kucing bakau bertahan hidup di Jawa hingga kini?.


(Oleh sunarto)Pemerhati Konservasi Kucing hutan, Email: sunarto@vt.edu

No comments:

Post a Comment

Untuk siapa saja yang mengunjungi blog ini silahkan beri komentar, kritik, atau saran demi perbaikan blog supaya lebih bagus hasilnya kedepan.
Terimakasih.

slideshow

Fotoku

Fotoku
lagi ikut lomba birdwatching

Islamic Web Category

Powered By Blogger