Sabtu 7 Maret 2009
Tubuhku beku melawan dinginnya air hujan yang membuatku basah kuyup selama
perjalanan di malam hari, naik sepeda motor ke Tulungagung. Kami bertiga (Aku, Brain, & Cheboll) dari PLH
Siklus ITS akan melakukan survey untuk kegiatan penelusuran goa di Kecamatan
Tanggunggunung. Tujuan awal kami adalah menginap di sekretariat Mapala HImalaya
STAIN Tulunggaung dan baru pada keesokan harinya kami berangkat menuju goa
dengan teman-teman Mapala Himalaya.
Minggu 8 Maret 2009Pukul 02.20 WIB kami telah sampai di base camp Mapala Himalaya dan beberapa
menit kemudian disambut oleh Ketua HImalaya yang bernama mas Jabrik. Setelah itu
kami dipersilahkan untuk beristirahat mengingat kondisi tubuh kami yang lelah karena baru saja melakukan perjalanan jarak jauh selama sekitar 4 jam.
Keesokan harinya pada pukul 10.30 WIB aku bersama teman-teman dari Siklus (2
Orang)dan Himalaya (4 Orang)berangkat menjelajahi sebuah goa vertikal di
Tanggunggunung T.A yang bernama goa
Manten. Goa ini kami tempuh selama kurang lebih 1 jam dari STAIN Tulungagung.
Kemudian sepeda motor kami titipkan di rumah penduduk yang sudah kenal dengan
teman-teman dari Himalaya. Lalu kami berjalan kaki menuju goa yang jaraknya
tidak terlalu jauh dari rumah salah satu penduduk tersebut. Kedalaman vertikal
goa Manten sekitar 20 meter. Goa ini pada tahun 2007 telah dijelajahi oleh team
Expedition Metro TV dan HIKESPI (Himpunan Kegiatan Speleologi Indonesia).
Pertama yang kami lakukan adalah memasang tali anchor pada sebuah pohon diatas
mulut goa dengan simpul 8 ganda. Untuk mencegah terjadinya friksi maka tali
carmantle diberi alas matras dibawahnya. Lalu kami memasang anchor utama pada
sebuah pohon bambu dengan simpul "Playboy"/Kelinci. Kemudian selang padding kami
pasang untuk menghindari friksi ketika repling. Berbekal peralatan yang lengkap
untuk caving kami menuruni goa dengan alat yang dinamakan autostop, dengan
terlebih dahulu memasang full body hardness di tubuh kami. Dan tak ketingggalan
sebuah helm khusus caving beserta headlamp yang menjadi peralatan wajib untuk
melindungi kepala kami dari benturan-benturan atap goa dan sebagai penerangan
sewaktu masuk kedalam goa. Setelah turun di dasar gua(Pitch 1)kami meneruskan
perjalanan masuk kedalam goa dengan menuruni sebuah tebing vertikal 2 meter
dengan menggunakan webbing. Kemudian kami masuk kedalam lagi dan menemukan
ornamen goa yang cukup indah, yang terbentuk dari tetesan2 air. Ternyata di
dalam goa tersebut banyak dihuni kelelawar yang bersarang di atap-atap goa.
Setelah itu kita masuk ke sebuah celah yang cukup sempit dengan cara merayap,
dimana celah itu adalah saluran sumber air yang mengalir dari atas goa. Kami
lalu sampai pada sebuah ruang yang cukup terbuka lebar (Pitch 2) dimana setelah
itu kami harus menuruni goa secara vertikal lagi yang lebih dalam (sekitar 30
meter). Berhubung tali carmantle yang kita bawa tidak mencukupi untuk turun kami
hanya memutuskan cukup sampai pitch 2 saja. Setidaknya untuk turun membutuhkan
tali sepanjang 30m lebih. Kami kemudian naik kembali ke atas goa dengan memakai
alat yang dinamakan Chest Croll dan Jumar.
Setelah puas menikmati goa manten kita pun beralih ke goa lain yang berada tak
jauh dari Goa Manten. Goa itu dinamakan goa Lowo yang berjarak sekitar kurang
lebih 5 Km dari Goa Manten. Goa ini bertipe Horizontal,jadi tidak memerlukan
peralatan2 khusus untuk melakukan SRT (Single Rope Teknik).Perlatan yang
dibutuhkan cukup memakai helm caving, headlamp dan webbing untuk menuruni tebing
goa yang sedikit vertikal. Perjalanan ke Goa Lowo kami tempuh sekitar 20 Menit
dari Goa Manten. Lalu kami sampai pada sebuah jalan setapak diatas empang rawa
yang airnya berwarna kecoklatan. Motor kami kemudian diparkir di samping jalan
setapak tersebut. Mas Cebleh dari Himalaya dengan berbaik hati rela menjadi
penjaga parkir motor kami (hehehe). Kemudian kami menyusuri jalan setapak ke
arah Goa Lowo yang jaraknya kurang lebih 300m dari tempat parkir motor.
Tiba di Mulut Goa kami disuguhkan pemandangan yang eksotik dimana banyak
stalagtit indah mencuat dari langit-langit goa. Namun sesuai dengan namanya goa
ini banyak dihuni oleh kelelawar yang meninggalkan banyak kotoran di dasar goa,
yang membuat bau tak sedap di dalam goa tersebut. Kami kamudian secara perlahan
menyusuri lorong gelap goa Lowo yang cukup luas. Ornamen-ornamen di dalam goa
tak kalah menarik dibandingkan dengan Goa Manten. Namun sayangnya bau kotoran
kelelawar membuat udara di dalam goa semakin pengap dan membuatku agak muntah.Di
dalam goa tersebut banyak rintangan yang harus kami lalui diantaranya merangkak
menyusuri celah lorong kemudian sampai pada sebuah air terjun kecil kami harus
berhati-hati untuk menuruni tebingnya yang licin dengan menggunakan webbing.
Namun setelah itu selang beberapa jarak kemudian, kami memutuskan untuk
menyudahi penelusuran kami. Dikarenakan mengingat kondisi hari kian gelap dan
tepat didepan kami terdapat sebuah rintangan berbahaya yaitu tebing vertikal
curam sedalam 3 meter yang dibawahnya terdapat sebuah kolam air yang berbentuk
lingkaran yang sepintas tampaknya terlihat dalam. Kami pun kembali menuju mulut
goa untuk melihat dunia luar yang lebih terang di luar sana. :P
Senin 9 Maret 2009Motor-motor kami melaju diatas jalanan becek dan berlumpur untuk mensurvey
tebing Spikul di daerah Watu Limo Trenggalek. Kami beruntung cuaca cukup cerah
untuk melakukan survey kesana. Kami tiba di Tebing Spikul pada pukul 13.00 WIB.
Tebing Spikul atau yang dikenal dengan tebing merdeka merupakan salah satu
tebing berskala nasional yang sering digunakan untuk pemanjatan atlet-atlet
panjat tebing nasional. Pada setiap hari kemerdekaan di bulan Agustus biasanya
tebing ini digunakan untuk pengibaran bendera merah putih raksasa.
]
Kami kemudian memeriksa salah satu jalur pada tebing untuk memastikan kondisi
hanger dan mengitung jumlahnya. Dengan sok banget bergaya Free Climbing ala Dan
Osman (wakakak) aku merayap menuju point hanger pertama. Ternyata point tersebut
digunakan untuk anchor belayer dan titik awal start pemanjatan. Hanger yang
terpasang di tebing tersebut ternyata berjumlah kurang lebih 16 buah sampai dengan
top. Ternyata memanjat tebing tak mudah seperti yang kubayangkan. Kita harus cermat dan jeli memilih jalur dan point pada tebing. Namun jangan coba-coba untuk memanjat dengan tidak menggunakan alat(Free Climbing) karena akibatnya bisa fatal. Memanjat dengan free climbing diperlukan endurance(ketahanan fisik) yang kuat dan pemilihan jalur yang tepat. Jika anda ingin memanjat tebing setidaknya diperlukan latihan intensif dengan teknik runner terlebih dahulu di wall climbing, untuk kemudian kita terapkan di tebing sesungguhnya.
Setelah puas memanjat bouldering di tebing, kami bertiga melajutkan perjalanan untuk kembali ke Tulungagung. Kami berencana singgah di rumahku terlebih dahulu untuk makan dan mandi sejenak, kemudian melanjutkan perjalanan kembali ke Kota Pahlawan tercinta. [END]
Special Thanks To:
Mapala Himalaya STAIN TULUNGAGUNG : Thanks atas kerjasamanya yah!!
Mas Jabrik Selaku Ketum Himalaya: Thanks banget Sob!!
Mas Cebleh, Besek dan Danang yang telah memandu kami untuk caving di Goa Manten dan Goa Lowo.Thanks Bro!!!Thanks juga atas kopi ijonya!!enak banget lo!!hehe :P
Mas Bonyok : Thanks atas jamuan makannya :)
My Mother and Father serta Keluargaku di Tulungagung.
Serta semua pihak yang telah membantu kami dalam survey ekspedisi caving dan Rock Climbing di Tulungagung dan Trenggalek.